Intisari-Online.com - Tidak semua anak sama. Oleh karena itu, cara menangani mereka pun tidak bisa sama. Perlakuan kita terhadap masing-masing anak menurut perilaku, kemampuan, dan inteligensianya membutuhkan keterampilan tersendiri. Namun, yang lebih penting dari keterampilan adalah kapabilitas orangtua untuk memahami anaknya.
Jika kita punya dua anak atau lebih, kiranya penting untuk mengetahui anak mana yang lebih baik atau lebih buruk, mana yang terbaik dan terburuk; juga, kenapa bisa begitu dan sebaik atau seburuk apa. Dengan mengetahui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita akan bisa mengembangkan keterampilan yang dapat membantu setiap anak tumbuh dengan cara yang sehat dan penuh percaya diri.
Jika salah satu anak tidak dapat mengimbangi saudara-saudara sekandung atau teman-temanya, dan menjadi anak yang lamban belajarnya (slow learner), kita memerlukan keterampilan khusus untuk menanganinya. Kondisi itu kadang begitu membutuhkan perhatian, memeras tenaga dan menantang, sehingga perlu dihadapi dengan berani dan penuh semangat, serta penuh kesabaran. Hanya kita yang terbaik untuk membantu si anak, dan sedikit bantuan dari sekolah.
Untuk menanamkan kepercayaan dalam diri anak, jangan menekankan pada prestasi akademik semata sebagai nilai di rumah. "Dia lebih bagus dari kamu", "Murid itu mendapat nilai lebih baik dari kamu", atau "Dia berusaha lebih keras daripada kamu". Pernyataan-pernyataan semacam itu sangat menekan anak, dan dia bisa tidak tahan terhadap tekanan tersebut. Karenanya, hindari membanding-bandingkan anak baik di rumah maupun di luar rumah.
Sebagai orangtua kita harus menyadari, ada berbagai macam inteligensia yang tidak semuanya bisa diukur dengan menggunakan tes IQ semata. Skor IQ anak mungkin rendah, tapi dia mungkin hebat dalam hal permesinan dan peralatan, atau kemampuan-kemampuan khusus lainnya.
Slow learner sebenarnya tidak lamban dalam segala hal. Bisa saja si anak justru lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak lain di bidang-bidang tertentu seperti mekanika, daya ingat, dan sebagainya. Mungkin saja potensi itu belum pernah muncul. Kalau Anda bisa menemukan kekuatan dia yang sebenarnya, hal itu tidak hanya bisa memperkuat kepribadian si anak, melainkan juga bisa memanfaatkan tingkat inteligensia yang tinggi di bidang lain untuk membantu dia memahami pelajaran di sekolah.
Para spesialis telah mengidentifikasi tiga tipe siswa. Tipe pertama memiliki keterampilan analitis dan memori yang baik - anak ini mengerjakan tes dengan sangat baik. Tipe kedua adalah tenang, kreatif, menemukan solusi baru untuk permasalahan yang ada, tapi justru kesulitan dalam menghadapi tes-tes standar. Tipe ketiga adalah baik dalam segala hal, tapi tidak ada yang luar biasa atau istimewa.
Kebanyakan sekolah hanya berkonsentrasi pada kemampuan linguistik dan matematika, karena memang itulah yang menjadi tuntutan utama dalam masyarakat modern kita. Padahal, sekolah-sekolah yang menekankan pada program seni, musik, tari, dan olahraga bisa sangat membantu bagi anak-anak, melalui pengembangan kemampuan khusus, musikal dan fisik mereka.
Apa pun yang diperoleh di sekolah, orangtua perlu menemukan dan menegaskan kekuatan terbesar pada diri anaknya. Jangan abaikan kebutuhan untuk meningkatkan bidang-bidang yang lemah, tapi biarkan anak kita merasakan keberhasilan di berbagai bidang kehidupan, tanpa mempedulikan nilai ujian yang didapat. Pasalnya, kesuksesan itu tidak mutlak. Keberhasilan itu relatif. Keberhasilan dalam segala hal yang kita lakukan akan menjadikan kita sangat percaya diri, dan dengan rasa percaya tersebut muncullah kekuatan untuk berprestasi.