Mendongeng Itu Perlu!

Agus Surono

Editor

Mendongeng Itu Perlu!
Mendongeng Itu Perlu!

Intisari-Online.com - Pada zaman serba canggih dan praktis sekarang ini, tradisi mendongeng untuk anak-anak sudah tergusur, termasuk oleh membanjirnya informasi dalam dunia komunikasi yang berkembang cepat. Sepanjang hari mereka dihadapkan pada beragam acara TV. Mereka bisa beralih ke permainan yang tak kalah mengasyikkan, video game, misalnya. Padahal, kegiatan mendongeng sebenarnya bisa tetap memikat dan banyak manfaatnya bagi anak-anak.

Dulu para orangtua mendongeng saat anak berangkat tidur. Dongeng yang dibawakan pun bermacam-macam; bisa lucu, sedih, gembira, mendebarkan. Bentuknya bisa berupa cerita rakyat, legenda, cerita dunia binatang, hingga kehidupan sehari-hari. Misalnya Bawang Merah dan Bawang Putih, Kancil, Timun Mas, atau dongeng-dongeng impor, seperti Cinderella, Hans dan Gretta, Putri Salju dan Tujuh Kurcaci, Peter Pan, dll.

Sumber dongeng pun bermacam-macam, bisa dari mulut ke mulut yang diperoleh dari orangtuanya dulu, dari buku-buku cerita, atau hasil penggalian cerita rakyat yang dilakukan oleh para antropolog.

Meskipun tema maupun sumbernya berbeda, banyak manfaat bisa dipetik dari kegiatan mendongeng. Salah satunya, mendorong anak mencintai buku alias gemar membaca.

Selain itu kegiatan mendongeng mampu mendekatkan hubungan orangtua dan anak serta menanamkan nilai-nilai luhur. Mendongeng juga mampu memberikan pendidikan moral yang membantu anak-anak dalam mengatasi persaingan antarsaudara, konflik dengan orangtua, dan dorongan-dorongan negatif lainnya.

Menurut Lawrence Kutner, Ph.D., psikiater dari Harvard, AS, dongeng penting bagi anak agar dapat memasuki perjalanan hidupnya tanpa risiko. Anak bisa mengatasi masalahnya dengan mengidentifikasikan diri dengan tokoh cerita. Masalah yang dihadapi ketika pertama kali anak masuk sekolah, misalnya, bisa diatasi dengan enak.

Bahkan Prof. Janine Despinette, pakar dan kritikus buku dari Prancis, mengatakan, sejak dini anak perlu belajar mendengarkan cerita yang dibacakan orangtua atau guru mereka, sehingga mereka mampu menghargai nilai-nilai dalam cerita.

Meramu dongeng

Mendongeng adalah suatu proses kreatif. Pendongeng menciptakan dunia lain, yang diharapkan dapat menggiring pendengarnya akan kebenaran dunia imajinasi itu. Lalu bagaimana kiat meramu dongeng untuk anak?

Kalimat pembuka, "Pada zaman dahulu ...." akan membuat para pendengar seolah dilontarkan ke dunia yang tanpa batas waktu. Kata demi kata akan terserap dan membuat mereka tercekam. Imajinasi mereka pun berkembang sesuai dengan keinginan pendongeng.

Namun semua itu hanya bisa dicapai kalau pendongeng terampil, kreatif, serta penuh penghayatan dalam membawakan ceritanya. Semua aspek itu bisa dilakukan bila pendongeng dalam suasana hati yang baik.

Seorang pendongeng harus mengetahui apa isi cerita. Ambil contoh cerita rakyat Afrika Selatan tentang seorang pria yang menikah dengan bidadari dari langit. Wanita yang dikawininya itu membawa sebuah keranjang anyaman yang indah. Namun, sebelum dikawini ia meminta agar laki-laki itu berjanji tidak akan membuka tutup keranjang itu, kecuali ia memintanya.

Cerita ini tentu akan berlanjut dengan kenyataan bahwa laki-laki itu tak memenuhi janjinya. Ia membuka keranjang itu, ketika istrinya sedang ke ladang.

Saat pulang istrinya tahu bahwa suaminya telah ingkar janji. Si istri pun bertanya, "Kau telah membuka keranjangku, bukan?"

"Ya, tapi kenapa sih, keranjang kosong saja diributkan?"

"Kosong?" tanya istrinya dengan air mata mengambang.

"Memang kosong!" jawab suaminya sambil tertawa.

Istri dari langit itu bergegas pergi. Katanya, bukan karena sang suami ingkar janji, namun lantaran suaminya tak dapat melihat isi keranjang itu. Menurut wanita itu, keranjang itu berisi barang-barang indah dari langit, yang diharapkan dapat dinikmati berdua.

Pendongeng harus dapat menunjukkan kepada pendengarnya makna yang tersirat dalam cerita itu. Dalam hal ini pendongeng harus bisa menggunakan imajinasinya untuk menggambarkan isi keranjang yang berisi keindahan, kegembiraan, dan kebijaksanaan.

Alat peraga

Alat-alat peraga akan mempermudah pendengar membayangkan sesuatu yang diceritakan. Alat itu bisa berupa gambar, boneka, pasir warna, (art sand), tali kertas, saputangan, buku cerita, kain warna-warni, dll.

Untuk memperkenalkan tokoh, alam fauna, atau satwa misalnya, bisa digunakan alat peraga boneka, buku cerita, atau buku lain. Buku dipakai bila ingin menggunakan seni mendongeng sebagai sarana untuk memperkenalkan buku-buku tertentu kepada anak-anak. Kita tunjukkan sebuah gambar dalam buku itu, lalu ceritakan bagian yang menarik. Hentikan dongeng kalau anak ingin mengetahui kisah selanjutnya. Mau tak mau mereka harus mencari buku yang dimaksud dan membacanya sendiri.

Sedangkan alat bantu pasir warna sangat cocok untuk membangkitkan imajinasi anak. Letakkan pasir di dalam kotak plastik tembus pandang berukuran 20 x 30 cm, di atasnya kita bisa menggambarkan bermacam-macam benda, satwa, dan flora dengan telunjuk. Kotak ini diletakkan di atas OHP (overhead projector) sehingga gambar pada pasir terpantul di dinding. Untuk menghapus dan mengganti gambar, kotak cukup digoyang-goyang sehingga permukaan pasir rata kembali.

Di negara-negara maju, seperti AS, Inggris, dan Australia misalnya, banyak dijual gambar khusus untuk keperluan mendongeng. Satu cerita terdiri atas 10 - 12 gambar/adegan yang dicetak 4 warna di atas kertas tebal. Selain diberi nomor urut, di balik setiap lembar gambar terdapat cerita ringkas adegan yang bersangkutan, tujuannya agar pendongeng bisa mengingat kembali jalan ceritanya. Seluruh gambar ditempatkan dalam satu dos yang berfungsi sebagai bingkainya.

Namun, praktik mendongeng tersebut memiliki kekurangan. Selain komunikasi antara pendongeng dan pendengar, gerak tangan dan mimik pendongeng teralang, karena pendongeng harus memegangi gambar. Fantasi anak pun kurang berfungsi dengan adanya gambar-gambar itu.

Apa pun usaha kita, marilah tetap mendongeng sebagai pengantar tidur anak-anak. (Psikologi Anak 3)