Jangan Risau Anak Tak Sesuai Harapan

Agus Surono

Editor

Jangan Risau Anak Tak Sesuai Harapan
Jangan Risau Anak Tak Sesuai Harapan

Intisari-Online.com - Jangan putus asa dulu saat melihat anak tidak memenuhi harapan. Belum tentu dia tidak akan menjadi apa-apa. Namun, terlalu banyak campur tangan karena menginginkan anak menjadi nomor satu, juga tak perlu.

Contoh berikut bisa menjadi cerminan. Seorang remaja yang sudah duduk di sekolah menengah didiagnosis mengalami nervous breakdown, sehingga ia harus meninggalkan sekolah. Memang, sejak masih kecil ia sudah membuat risau orangtuanya. Betapa tidak? Pada saat anak-anak sebayanya sudah pintar bercakap-cakap, ia baru belajar berbicara. Guru-gurunya menganggapnya "lambat menangkap pelajaran, tidak bisa bergaul, dan tenggelam dalam lamunan-lamunan konyol".

Ayahnya bukan hanya malu karena anaknya tidak dapat menyesuaikan diri di sekolah. Namun juga karena si bocah tidak terampil dalam pendidikan jasmani.Menghadapi anak begini, tidak heran kalau orangtua dan gurunya kehilangan harapan. Namun apa betul anak macam begini pasti suram masa depannya? Belum tentu. Buktinya anak yang diceritakan di atas itu tidak lain adalah Albert Einstein!

Puluhan tahun yang lalu, para psikolog yakin bahwa kasus Einstein itu cuma perkecualian, karena kepribadian anak sudah terbentuk sejak dini. Setelah tahun-tahun pertama, kemungkinannya kecil untuk bisa banyak berubah. Namun kini sudah terungkap lebih banyak. Sejarah hidup ribuan anak membuktikan bahwa drama perkembangan manusia bisa tiba-tiba berbalik ke arah positif setiap saat.

Psikolog Garmezy pernah mengikuti perkembangan anak-anak yang memiliki latar belakang kurang menguntungkan. Dilihat dari keturunan dan lingkungannya, hampir bisa dipastikan mereka akan menderita penyakit jiwa seperti schizofrenia. Namun dalam kenyataan, hanya 10% yang berkembang sesuai ramalan. Sebagian besar menjadi dewasa tanpa menghadapi kesulitan besar.

Ada beberapa penelitian lain yang mengikuti perkembangan anak sampai dewasa. Hasilnya menunjukkan, tidak mungkin kita meramalkan nasib anak-anak dari tingkah laku mereka pada tahun-tahun pertama kehidupannya. Peristiwa-peristiwa yang tak terduga dan hubungan mereka dengan orang-orang lain dalam banyak kasus, menghasilkan perubahan besar dalam pola tingkah laku yang tadinya merisaukan orang tua.

Anak yang dianggap bermasalah, misalnya kepala batu, agresif, tak bisa diberi motivasi, ternyata sering bisa berubah. Mereka bisa tiba-tiba saja berkembang menjadi remaja yang matang dan berkemampuan besar.

Anak-anak yang tadinya tidak bisa mencapai prestasi berarti, kini menunjukkan prestasi tinggi, "calon penjahat" menjadi warga negara yang bertanggung jawab, anak yang mementingkan diri sendiri saja dan tidak peduli pada orang lain menjadi penuh perhatian terhadap kepentingan orang lain.

Psikolog Jean Walker Mac-Farlane dari Universitas Berkeley, AS, pernah mengamati 170 anak laki-laki dan perempuan sejak dilahirkan sampai mereka berumur 18 tahun, lalu diamati lagi pada umur 30 tahun. Ternyata remaja yang paling kacau pun (gagal di sekolah, tak bisa bergaul, tak populer, dan tak punya semangat) bisa berubah menjadi orang dewasa yang bahagia, sukses, disukai, dan dihormati. Lebih dari setengah kelompok itu hidupnya lebih kaya dan lebih produktif daripada yang diramalkan ketika remaja.

Seorang di antaranya, misalnya, tidak naik kelas beberapa kali di SD dan IQ-nya selama bertahun-tahun jauh ketinggalan dari anak-anak seumurnya. la tidak berminat belajar atau ikut kegiatan di sekolah. Pokoknya, ia tersisih dari orang lain. Namun 12 tahun setelah keluar sekolah menengah, ia menjadi desainer lingkungan yang hebat, ayah yang baik dan aktif dalam masyarakat. Ada lagi remaja yang digambarkan sebagai orang aneh yang tidak cocok di mana-mana. Ia akhirnya menjadi arsitek yang berhasil dan suami teladan.

Apa yang tiba-tiba menyebabkan perubahan dramatis itu? Sebagian anak-anak memang baru "mekar" pada usia yang lebih lanjut daripada anak lain. Namun ada juga yang justru dikuatkan oleh kesulitan dan kebingungan masa kanak-kanaknya, sehingga memperoleh wawasan yang lebih luas. Ahli perkembangan anak-anak menyimpulkan bahwa bagi sebagian anak, belajar menangani sejumlah stres pada masa masih kanak-kanak bisa merupakan persiapan penting untuk sukses menanggulangi konflik-konflik dan krisis-krisis di kemudian hari.

Psikolog dari Universitas Harvard, AS, Jerome Kagan, menyamakan perkembangan kepribadian anak dengan pasir di pantai. Setiap hari ombak-ombak selalu datang dan pergi. Perubahan yang ditimbulkannya lebih banyak daripada yang pernah kita duga.

Psikolog Richard Lerner dari Universitas Penn State menyarankan agar kita tetap optimistis mengenai nasib anak-anak kita. Katanya, terlalu banyak orangtua yang ketakutan. "Setiap stres yang menimpa anak mereka dianggap akan menyebabkan malapetaka psikologis. Ketakutan semacam itu tidak beralasan, malah akan menambah rasa tak berdaya pada si anak."

Kita perlu menekankan kemenangan, bukan tragedi, kata Jesse Jackson. "Orangtua perlu menekankan kemampuan untuk bangkit kembali, bukan menyerah," tandasnya.

Anak-anak punya kemampuan hebat untuk pulih dari masalah-masalah serius. Kepercayaan kita pada mereka akan menular dan membantu melicinkan jalannya ke kehidupan yang berhasil.

Jadi, jangan putus asa melihat kenyataan anak belum sesuai yang diharapkan. (Kumpulan Artikel Psikologi Anak)