Konsep-Diri Anak Tergantung Peran Orangtua

Rusman Nurjaman

Editor

Konsep-Diri Anak Tergantung Peran Orangtua
Konsep-Diri Anak Tergantung Peran Orangtua

Intisari-Online.com - Dalam psikologi humanistik, kita mengenal suatu pokok bahasan tentang “konsep-diri”. Konsep diri ini terdiri atas dua unsur: citra diri (self-image) dan harga diri (self-esteem). Citra diri adalah persepsi kita sebenarnya. Misalnya, tercermin dalam ungkapan, “Saya suka bercerita”. Harga diri adalah penilaian apakah kita suka atau tidak suka terhadap diri kita. Misalnya, “Saya rajin dan pintar”.

Menurut, Jalaluddin Rakhmat, pendiri Sekolah Cerdas Muthahhari, Bandung, semua psikolog humanistik sepakat bahwa dorongan berpengaruh pada pembentukan self-esteem ini. Menurut Sulivan, dalam Schizophrenia as aHuman Process (1962) , konsep diri selalu mencerminkan penilaian significant others. Di sinilah, orang-orang yang dekat secara emosional dengan kita turut berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Mereka adalah guru, kawan, saudara, dan terutama sekali orangtua.

Khusus mengenai peran orangtua dalam membangun konsep diri anak, penemuan Coopersmith berikut patut diperhatikan. Ia mencatat tiga ciri penting perilaku orangtua terhadap anaknya.

  • Pertama, orangtua mengkomunikasikan dengan jelas penerimaan mereka terhadap anak-anaknya. Anak-anak tahu bahwa mereka bagian dari keluarga yang dihargai dan diperhatikan.
  • Kedua, orangtua memberikan kebebasan, tetapi menunjukkan dengan jelas batas-batas kebebasan itu.
  • Ketiga, orangtua menghormati individualitas anak. Mereka menerima perbedaan keunikan anak-anaknya dalam batas-batas struktur yang jelas. Orangtua menghargai bukan hanya anak yang punya kecerdasan matematis, tetapi juga anak yang punya kecerdasan visual, atau musikal.
Orangtua anak-anak yang memiliki self-esteem positif cenderung menunjukkan harga diri yang tinggi juga. Anak-anak belajar dari mereka cara menghadapai kesulitan dan tantangan. Mereka membuka diri terhadap penilaian anak-anaknya, menjelaskan kelebihan dan kekurangan mereka secara rasional. Pada gilirannya, anak-anak mereka juga diberi peluang untuk membela diri dan mengemukakan pendiriannya. Coopersmith menemukan bahwa anak yang self-esteem-nya tinggi “mampu berbeda dengan lingkungannya”. Tidak gampang ikut arus. Oleh karena itu cenderung lebih kreatif.

Lebih jauh, beberapa kiat praktis berikut bisa ditempuh orangtua untuk mengembangkan konsep-diri sang anak.

  1. Kembangkan komunikasi dengan anak yang bersifat suportif. Komunikasi ini ditandai 5 hal: keterbukaan, empati, supportivitas, berpikir positif, dan persamaan.
  2. Tunjukkanlah penghargaan secara terbuka. Hindari kritik. Kalau terpaksa, kritik itu harus disampaikan tanpa mempermalukan anak dan harus ditunjang dengan argumentasi yang rasional.
  3. Latihlah anak-anak untuk mengekspresikan dirinya. Orangtua harus membiasakan “bernegosiasi” dengan anak-anaknya tentang ekspektasi perilaku dari kedua belah pihak.
  4. Ketahuilah, walaupun saran-saran di sini berkaitan dengan pengembangan harga diri, semuanya mempunyai kaitan erat dengan pengembangan intelektual. Proses belajar bisa efektif dalam lingkungan yang menghargai self-esteem. Hanya apabila harga diri anak-anak dihargai, potensi intelektual dan kemandirian mereka dapat dikembangkan. (SQ for Kids: Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini)