Atasi Depresi pada Penyandang Epilepsi

K. Tatik Wardayati

Penulis

Atasi Depresi pada Penyandang Epilepsi
Atasi Depresi pada Penyandang Epilepsi

Intisari-Online.com – Ajakan untuk lebih peduli terhadap epilepsi diserukan di seluruh dunia dalam rangka menyambut World Purple Day atau Hari Peduli Penyandang Epilepsi yang diperingati setiap tanggal 26 Maret setiap tahunnya. Untuk itu diharapkan masyarakat dapat menghapus stigma pada penyandang epilepsi (PE).

Pasien PE terkadang merasa sedih, putus asa, dan marah ketika mengetahui dirinya adalah PE. Berulangkali mereka mempertanyakan; mengapa saya harus mengalami penderitaan ini; saya tidak mempunyai keturunan epilepsi; saya olahragawan dan berpola hidup sehat; saat taat beribadah dan hidup baik; mengapa harus terjadi pada saya.

Namun, pasien kadangkala tidak dapat menceritakan bagnkitan yang dialaminya dan ini memerlukan bantuan saksi mata yang melihat kejadiannya. Untuk itulah dokter harus cermat dalam mengevaluasi dan menegakkan diagnosa epilepsi. Jika epilepsi terdiagnosis secara dini, maka terapi dapat dilakukan pula secara dini dan hasil yang didapatkan pun akan semakin baik.

“Epilepsi harus terkontrol dengan baik agar risiko munculmya masalah psikiatri semakin kecil,” jelas dr. Suryo Dharmono, SpKJ (K), dari Departemen Psikiatri FKUI/RSCM. Depresi pada epilepsi tercatat cukup tinggi, sekitar 30 – 50%.

Stigma dari keluarga yang akhirnya melakukan proteksi berlebihan yang membatasi kegiatan PE, justru akhirnya meningkatkan depresi mereka. Orang dengan epilepsi berpeluang 5 – 10 kali lipat melakukan bunuh diri karena depresi dibandingkan dengan populasi umum. Jika serangan epilepsi tidak terkontrol meningkatkan risiko depresi dan bunuh diri.

Namun, jika epilepsi terkontrol dengan baik, maka peluang hidup tanpa serangan akan semakin meningkat pula sehingga risiko depresi semakin kecil dan kualitas hidup PE pun semakin baik. (*)