Intisari-Online.com - Menurut Susan Nolen-Hoeksema dari University of Michigan, AS, dalam jurnal berjudul Gender Differences in Depression, beberapa penelitian menunjukkan wanita dua kali lebih rentan mengalami depresi dibandingkan pria. Hal ini disebabkan penyebab stres dan reaksi terhadap stres yang berbeda.
Rentan menjadi korban pelecehan seksual, banyaknya larangan dan tekanan sosial untuk mematuhi peran gendernya adalah contoh penyebab stres yang diterima perempuan. Besarnya faktor biologis (terutama dikarenakan hormon estrogen dan progesteron), konsep dirinya terhadap hubungan personal yang cenderung membuatnya tergantung (dan lemah ketika hubungan berakhir) serta cara menghadapi masalah yang lebih fokus pada perasaan sedih atau tertekan bukan pada solusi merupakan contoh reaksi perempuan terhadap tekanan.
Ada juga saat-saat tertentu ketika wanita menjadi rentan terkena depresi. Lembaga Nasional Kesehatan Mental (NIMH), AS, menyebutkan beberapa contoh, antara lain masa-masa setelah melahirkan, premenstrual syndrome, dan menopouse. Faktor lainnya adalah tekanan pekerjaan dan tanggung jawab mengurus rumah, mengurus anak dan orang tua yang memasuki masa lanjut usia, serta kemiskinan.
Menurut NIMH, anak-anak yang mengalami depresi cenderung akan mengalami masalah ketika dewasa, baik masalah fisik maupun psikologisnya. Sayangnya, gejala-gejala depresi yang muncul pada anak-anak seperti berpura-pura sakit, menolak pergi ke sekolah, mendapat masalah di sekolah atau mudah tersinggung kerap dianggap sebagai sesuatu yang normal.
Selain itu, anak-anak juga kerap mengalami kesulitan dalam mengatasi depresi yang dialaminya. Masalahnya ada pada keterbatasan bahasa dan pengalaman. Dengan kosakata yang minim, sulit untuk anak menyampaikan secara jelas masalah apa yang sedang dihadapinya. Belum lagi soal pengalaman, Khususnya dalam menghadapi dan mengatasi masalah, yang mereka miliki tidak sebanyak orang dewasa.