Intisari-Online.com - Kegiatan yang begitu padat terkadang membuat waktu berkumpul keluarga semakin berkurang dan kualitasnya turun. Riset yang dilakukan oleh Divisi Riset Kompas Gramedia dengan SariWangi menunjukkan bahwa 65% responden mengaku masih memiliki waktu dengan keluarga. Meski demikian, muncul sebuah ironi, bahwa 96% dari seluruh responden mengaku masih membutuhkan waktu bersama lebih lama dan lebih berkualitas.
Menyikapi hasil survei yang sedemikian rupa, psikolog keluarga, Anna Surti Ariani, Psi, mengatakan bahwa kegiatan berkumpul secara rutin adalah hal yang wajib dipertahankan. Namun, tidak ada kualitas kebersamaan di keluarga bisa menjadi awal kurang mengenalnya sesama anggota keluarga. “Ini juga akan berdampak pada munculnya budaya bisu dalam keluarga. Budaya bisu ini akan berakibat pada suasana yang dingin yang dianggap normal, padahal di dalamnya terdapat masalah terpendam,” lanjut Anna.
Oleh karenanya, Anna menganjurkan untuk tetap menghadirkan kebersamaan asli dalam keluarga. Kebersamaan yang tak dibuat-buat. “Biasakan setiap keluarga untuk saling menyapa saat bertemu. Terkadang awalnya memang kesannya seperti ditekan, tapi lama-kelamaan akan muncul dengan sendirinya,” kata Anna. Kebersaam asli ini penting karena diyakini bisa menumbuhkan suasana yang harmonis nan romantis, serta menghindari perselisihan yang kadang muncul karena hal-hal yang sebenarnya sepele.
Cara menerapkan kebersamaan asli sebenarnya cukup simpel. Yaitu dengan memaknai kebiasaan berkomunikasi yang sudah ada dalam tradisi keluarga Indonesia. Saling bercerita, salat jamaah bersama, ke gereja bersama, atau dengan hal-hal remeh temeh lainnya. “Ini bisa menjadi proses untuk saling mendekatkan yang paling efektif,” kata Anna.