Intisari-Online.com - Putra Pangeran William dan Kate Middleton sudah punya nama yang gampang ditebak: George Alexander Louis. Memilih nama adalah hal yang pelik bagi orangtua. Nama akan menempel pada diri anak sampai seumur hidupnya. Kalau keluarga kerajaan harus benar-benar pelik dalam memilih nama, berbeda dengan rakyat "biasa" yang lebih bebas.
Ada nama-nama aneh seperti di Selandia Baru. Tahun 1999, seorang anak diberi nama Talula Does the Hula From Hawaii, yang kemudian diubah oleh hakim menjadi Talula saja pada saat sang anak berusia sembilan tahun. Hakim berpendapat bahwa orangtua sang anak tidak bertanggung jawab dalam memberikan nama. Di Selandia Baru ada banyak nama yang dilarang secara hukum seperti: Stallion, Yeah Detroit, Fish and Chips, Twisty Poi, Keenan Got Lucy, Sex Fruit, Midnight Chardonnay, Number 16 Bus Shelter, Violence, Benson dan Hedges.
Nama-nama aneh tersebut tidak hanya ada di Selandia Baru. Selebriti bahkan senang memberikan nama aneh bagi anak mereka. Aktris Gwyneth Paltrow memberikan nama Apple dan Moses pada anak mereka. Kanye West memberikan nama North West bagi anaknya. Di Amerika Serikat sendiri nama anak perempuan yang aneh adalah Jagger, Couture, Excel, Yoga, dan Sanity, menurut situs Babycenter.com. Untuk anak laki-laki: Vice, Xenon, Mango, Drifter, and Hippo.
Dalam buku Freakonomics dan di blognya, Stephen J. Dubner dan Steven D. Levitt mengungkapkan bahwa etnik dan kelas sosial tertentu memilih nama secara berbeda. Keluarga kaya cenderung memilih nama untuk anak perempuan mereka yang kuat seperti Elizabeth dan Rachel, serta nama anak laki-laki yang tidak begitu dominan seperti Florian atau Julian. Lalu keluarga yang tidak kaya cenderung terbalik.
Untuk memahami fenomena nama, profesor psikologi Richard Wiseman dari University of Hertfordshire menanyai 6,000 warga Inggris mengenai 40 nama pertama yang populer yang berasosiasi dengan kecerdasan dan sukses. Untuk nama yang berbau kerajaan nama James dan Elizabeth sangat populer. Wiseman berpendapat bahwa ada elemen ingin memenuhi harapan. Jika sang anak merasa bahwa nama mereka keren, maka mereka akan berusaha agar hidup mereka sekeren namanya.
Nama memang penting. Penelitian lain dari Bentley Coffey dan Patrick McLaughlin menemukan bahwa wanita dengan nama yang terdengar kuat (seperti Kerry atau Jody) akan mungkin menjadi hakim daripada nama wanita yang terlalu feminim.
Pada tahun 2000, psikolog James Bruning dari Ohio University menemukan bahwa orangtua secara tidak sadar memprediksi kesuksesan nama anaknya dengan nama yang secara gender dianggap cocok dengan profesi tertentu. Para pencari pegawai juga memiliki keinginan secara tidak sadar antara posisi dan apa yang mereka lihat sebagai kecocokan gender dengan nama pelamar.
Dalam penelitian yang terbit di Journal of Social Psychology, wanita dengan nama-nama Emma, Marta, Irma, dan Winifred dipertimbangkan akan lebih sukses dalam pekerjaan yang dianggap cocok bagi wanita seperti perawat, penata rambut, atau dekorator interior. Pria dengan nama maskulin seperti Howard, Boris, Hank, dan Bruno diasumsikan akan lebih sukses untuk pekerjaan yang umumnya dilakukan para pria seperti tukang ledeng, supir truk dan tukang listrik. Seorang wanita bernama Garret yang mencari pekerjaan sebagai perawat atau pria bernama Hank yang ingin menjadi penata rambut akan sulit mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan, tukas penelitian tersebut.
Tahun 2002, psikolog Brett Pelham, menulis penelitian berjudul "Why Susie Sells Seashells by the Seashore," yang mengungkapkan kenapa orang mengikuti profesi yang mirip dengan nama depan mereka. Wanita bernama Laura umumnya menjadi pengacara (lawyer) dan pria bernama Dennis umumnya menjadi dokter gigi (dentist).
Pelham mengungkapkan bahwa kekuatan di balik pilihan pekerjaan itu adalah egotisme yang implisit yakni tendensi untuk memilih hal yang mengingatkan akan diri kita sendiri. Menamai anak bukan hanya sekedar memberi nama, sebab sebenarnya menamai anak adalah menamai calon orang dewasa. (National Geographic)