Mood Ala 'Roller Coaster' Pemicu Bunuh Diri

K. Tatik Wardayati

Editor

Mood Ala 'Roller Coaster' Pemicu Bunuh Diri
Mood Ala 'Roller Coaster' Pemicu Bunuh Diri

Intisari-Online.com – Sedih dan gembira itu perasaan yang wajar dialami setiap manusia. Perasaan mood yang naik dan turun pasti pernah dirasakan oleh siapa pun. Hanya saja, ada beberapa orang yang mengalami naik turunnya mood secara dramatis.Seperti roller coaster, naik dan turunnya berlangsung secara bergantian dalam tempo yang sangat cepat. Seperti kasus Suti yang pagi menggebu-gebu mengeluarkan idenya pada rapat kerja, namun di sore hari terlihat sangat depresi.

Gangguan bipolar merupakan kelompok gangguan mood, bersifat episodik, menahun dan kambuhan dengan kepekaan seumur hidup. Ini merupakan masalah kesehatan jiwa yang serius. Bersifat episodik, yaitu terdapat episode mania dan episode depresi.

Gejala manianya antara lain:

  • suasana hati gembira yang berlebihan,
  • optimistis yang ekstrim,
  • harga diri meningkat,
  • bicara cepat,
  • pikiran seperti berlomba-lomba,
  • perilaku agresif,
  • perilaku agitatif,
  • aktivitas fisik yang meningkat,
  • perilaku berisiko (nekat),
  • belanja berlebihan/tidak perlu,
  • meningkatnya dorongan untuk mencapai tujuan,
  • meningkatnya dorongan seksual,
  • kebutuhan tidur menurun (merasa tidak perlu),
  • pikiran/konsentrasi mudah teralih,
  • tidak mampu berkonsentrasi,
  • serta penyalahgunaan obat.
Sementara gejala depresi bisa berupa:

  • perasaan murung atau sedih,
  • putus asa,
  • cemas,
  • merasa bersalah,
  • mudah menangis,
  • hilangnya minat dan kegembiraan,
  • kelelahan,
  • gangguan pola tidur,
  • gangguan pola dan nafsu makan,
  • hilang minat pada kegiatan sehari-hari/hobi,
  • sulit berkonsentrasi,
  • mudah tersinggung,
  • merasa sakit kronis tanpa sebab jelas,
  • hingga berniat atau bahkan melakukan bunuh diri.
“Umumnya pasien datang pada saat mengalami depresi,” jelas Dr. dr. Hj. Nurmiati Amir, SpKJ (K), Wakil Ketua Sie Bipolar dan Gangguan Mood Lainnya Perkumpulan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). “Karena pada saat episode mania, biasanya si pasien tidak menganggap dirinya sakit,” tambahnya.

Meski sepintas tampak seperti orang normal, orang dengan gangguan bipolar memerlukan terapi. Kalau tidak diterapi, gejala manik-depresif bisa makin parah dan merugikan penderitanya. Yang sering, dampak pada kehilangan dan pekerjaan serta kegagalan perkawinan (perceraian). (*)