Krisis Global Baru Itu Bernama Depresi

Birgitta Ajeng

Editor

Krisis Global Baru Itu Bernama Depresi
Krisis Global Baru Itu Bernama Depresi

Intisari-Online.com - Depresi sudah mencapai taraf krisis global. Maka, perlu perhatian khusus. Apalagi,10 Oktober ini merupakan momen yang baik, karena diperingati sebagai Hari Kesehatan Mental Dunia (World Mental Health Day). WHO pertama kali menetapkan Hari Kesehatan Mental Dunia pada 10 Oktober 1992.Peringatan ini bertujuan agar seluruh warga dunia memberikan perhatian lebih pada kesehatan jiwa dan dampaknya pada kehidupan manusia.Dua puluh tahun kemudian, tepatnya pada 10 Oktober 2012, seluruh warga dunia diajak untuk memberikan perhatian lebih tentang depresi sebagai bentuk krisis global baru. Artinya, depresi sebagai sebuah bentuk gangguan kesehatan mental telah membahayakan jiwa masyarakat di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan perasaan yang memiliki kadar dari ringan sampai berat. Gejala-gejala depresi seperti mudah lelah, sulit berkonsentrasi, kehilangan minat pada kegiatan yang dilakukan setiap hari, sedih hampir sepanjang hari, murung, tertekan, konsep diri yang negatif, pesimis, dan sebagainya.Kondisi ini akan berdampak pada penurunan produktivitas pekerjaan seseorang. Bahkan pada yang tingkat berat, depresi akan memunculkan rasa putus asa yang bisa berujung pada perilaku bunuh diri.Hal yang perlu diperhatikan juga adalah depresi merupakan hasil dari stres berkepanjangan yang tidak dikelola dengan baik. Sehingga, banyak orang yang tidak sadar bahwa dirinya telah mengalami depresi.Berdasarkan artikel "Gangguan Fisik Akibat Depresi" yang dipublikasikan pada 2010, WHO memperkirakan depresi akan berada di peringkat kedua masalah kesehatan di dunia setelah penyakit kardiovaskular pada 2020.Untuk Indonesia sendiri, berdasarkan data riset Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia tahun 2007, 94% penduduk Indonesia mengalami depresi dari tingkat ringan hingga berat.Bila dihubungan dengan data di atas, maka bisa diduga bahwa kualitas hasil kerja 94% penduduk Indonesia tidak optimal. Padahal agar bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain, dibutuhkan performa dan hasil kerja yang optimal.Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran seluruh masyarakat Indonesia untuk mulai memerangi depresi dengan cara hidup bahagia. Bagaimana cara hidup bahagia? Ya, berbahagialah! (Aethra Learning Center)