Kedisiplinan Anak Tidak Lahir dari Kekerasan

Birgitta Ajeng

Editor

Kedisiplinan Anak Tidak Lahir dari Kekerasan
Kedisiplinan Anak Tidak Lahir dari Kekerasan

Intisari-Online.com -Anak memang perlu diberi disiplin oleh orangtua. Vera berpendapat, anak perlu dibantu membangun disiplin pada dirinya. Pengertiannya, anak mampu melakukan berbagai kewajiban dengan tepat, mampu mengikuti aturan dan norma yang berlaku, baik yang diterapkan orangtua maupun masyarakat.Disiplin diperlukan agar anak tetap harus punya kontrol diri, memiliki kemampuan untuk mengolah diri dengan baik. Tidak adanya kontrol diri yang memadai membuat anak kerap melakukan apa yang dia inginkan. Itu sebabnya perlu bantuan orangtua.Orangtua harus membantu dengan menerapkan prinsip-prinsip konsekuensi. Konsekuensi berupa reinforcement dan punishment. "Ada konsekuensi yang dapat meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku di kemudian hari, ini yang disebut reinforcement," ungkap Vera.Misal, anak bangun tepat waktu sesuai dengan keinginan orangtua. Orangtua bisa memberi reinforcement berupa pujian atau hadiah dalam bentuk apa pun. Hal ini yang bisa meningkatkan munculnya perilaku yang diharapkan.Sebaliknya, ada konsekuensi yang dapat menghilangkan kemungkinan munculnya perilaku tertentu di kemudian hari yang disebut punishment. "Punishment bisa diterapkan orangtua kepada anak ketika anak melakukan perilaku yang tidak tepat dalam bentuk gagal mengontrol diri seperti yang diharapkan lingkungan," ungkap Vera.Punishment bisa berupa teguran atau menarik sesuatu yang anak sukai. Misal, anak biasanya bagun tepat waktu pada hari Sabtu. Namun pada suatu hari, anak bagun telat, maka orangtua perlu tegas mengatakan anak tidak diperbolehkan ikut pergi ke pusat perbelanjaan.Lucunya, kata Vera, orangtua khususnya di Indonesia suka sekali berpikir bahwa punishment itu berupa hukuman fisik. Ini keliru. Jika diberi hukuman fisik, anak tidak bisa melihat hal itu sebagai konsekuensi atas perilakunya. Anak malah menangkap bahwa orangtuanya agresif dan kejam.Anak pun melihat dirinya sebagai anak yang sedang disakiti orangtua, sehingga muncul dampak sakit hati, luka, trauma, kecewa, marah, benci dan emosi negatif lainnya. "Anak tidak melihat sebagai konsekuensi."Jadi sebetulnya menerapkan hukuman fisik itu merupakan penerapan konsekuensi yang gagal karena tidak tepat sasaran," ungkap Vera. Ia melanjutkan, apa yang dipersepsikan dan dihayati anak tidak sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan orangtua, sehingga konsekuensinya gagal.Jadi, jika anak berbuat salah, orangtua sebaiknya memberi punishment berupa teguran atau menarik sesuatu yang anak sukai, bukan ancaman atau hukuman fisik.