Intisari-Online.com -Frekuensi mengisap jari akan berkurang seiring bertambahnya usia bayi. Semakin bertambah usia bayi, kesibukannya juga akan semakin banyak. Bertambahnya kesibukan ini akan mengurangi ketergantungan anak pada aktivitas mengisap jari.Banyak orang tua memanfaatkan pacifiers (dot) untuk masa transisi. Dengan adanya dot, anak jadi tidak merasa dijauhkan secara tiba-tiba dengan sesuatu yang selama ini membuatnya merasa tenang dan aman.Perlu diingat, penggunaan dot tidak boleh terlalu lama. Ketergantungan pada alat transisi ini hanya akan membuat anak tidak bisa mendapatkan rasa aman selain dari alat tersebut.Untuk menyiasati ketergantungan anak pada salah satu empeng, orang tua harus memberi banyak alternatif. Selain dot, juga ada selimut, boneka, dan benda-benda lain. "Sehingga jika salah satu alat diambil, anak masih punya 'teman' yang Iain. Anak takkan merasa kesepian, sekaligus tidak tergantung pada salah satu benda saja," ungkap Jacinta F. Rini, MSi, project consultant dari Harmawan Consulting.Gunakan logikaMasalah baru akan muncul, ketika kebiasaan mengisap jari ini tak kunjung hilang sampai anak besar. Kecenderungan anak mencari rasa aman dari mengisap jari membuat kemampuan anak untuk menghadapi stres dan menyelesaikan masalah, tidak berkembang dengan cepat.Pemaksaan penghentian mengisap jari secara tiba-tiba, bisa diterima dengan salah oleh anak. Dia menjadi malu, atau merasa bersalah. "Pastinya, anak juga ingin bisa berhenti mengisap jari, tapi mereka tak tahu bagaimana caranya," kata Jacinta.Pemaksaan ini juga hanya akan membuat anak mengisap jari secara sembunyi- sembunyi.Beberapa ahli psikologi percaya, hanya sedikit peran orang tua yang bisa diterapkan untuk menghentikan thumbsucking pada anak usia 3 - 4 tahun. Usaha ini baru bisa lebih mudah dijalankan pada anak yang lebih besar, ketika logikanya sudah lebih bisa berperan.Untuk anak yang lebih besar, tekanan dari lingkungan (peer pressure) juga akan memotivasi si anak untuk berhenti mengisap jari. "Anak yang sudah punya banyak teman biasanya akan malu jika ketahuan mengisap jari," Jacinta menjelaskan.Karakter bawaan juga berperan terhadap sulitnya melepas kebiasaan mengisap jari. Anak introvert, pendiam, yang lebih sulit mengekspresikan diri, lebih suka menyimpan masalah di dalam hatinya. Hal ini membuat dia tidak nyaman di dalam dirinya.Ketidaknyamanan inilah yang membuat anak mencari aktivitas yang membuat dia nyaman. Salah satunya, ya dengan mengisap jari. "Tapi bukan berarti setiap anak yang suka mengisap jari otomatis adalah introvert, ya," ujar Jacinta mewanti-wanti.Belum ada bukti yang mengatakan bahwa mengisap jari adalah bentuk dari "penyakit" emosional. Mengisap jari yang dilakukan secara berkala tidak merusak bentuk mulut atau gigi, sepanjang kebiasaan ini bisa dihentikan bersamaan dengan tumbuhnya gigi permanen. Biasanya, mendekati usia tumbuhnya gigi permanen, anak sudah cukup mampu melakukan kegiatan aktif lain selain mengisap jari.Kebiasaan mengisap jari baru akan mempengaruhi bentuk mulut dan gigi, jika si buah hati melakukannya secara terus-menerus, dan bukan lagi sekadar aktivitas yang dilakukan sesekali saja.Bahkan, jika dibiarkan berlarut-larut, mengisap jari bisa berpengaruh terhadap interaksi sosial anak, karena kebiasaan ini membuat kemampuan mereka mengatasi stres jadi rendah, serta mengganggu perkembangan bicaranya.