Intisari-Online.com - Dalam mitologi Yunani dikisahkan mengenai Zeus yang tertarik dengan Ganymede, Pangeran Kerajaan Troy. Zeus menculik Ganymede, menjadikannya juru minum sekaligus kekasihnya. Sejarah juga mencatat pada zaman Renaissance, pedofilia muncul dalam banyak karya seni.Michelangelo dan Benvenuto Cellini termasuk yang cukup sering menampilkan percintaan antara laki-laki dewasa dan anak laki-laki dalam patung dan lukisan mereka. Ada dugaan saat itu pedofilia memang jadi tren di kalangan seniman meski tidak ditunjang bukti-bukti kuat.Pada awal abad ke-20, isu pedofilia berpindah dari kalangan seniman ke pendidik. Adalah Gustav Wyneken guru pertama yang diadili akibat tindakan pedofilia yang ia lakukan terhadap muridnya. Bersama pendidik lain yang juga pedofil, ia mengatasnamakan perbuatannya sebagai wujud pedagogical eros, yakni bahwa cinta erotis pria dewasa dibutuhkan untuk mendewasakan anak laki-laki.Namun selama berabad-abad, para pedofil memang tidak terjangkau oleh hukum. Baru ketika sebagian dari mereka membunuh korbannya, atau keluarga korban melaporkannya, kasus-kasus ini mulai menjadi perhatian masyarakat. Ada yang bisa kita tangkap dari hal ini yakni memang tidak semua pedofil melakukan pembunuhan seperti Babe atau Robot Gedek yang kasusnya juga sempat menghebohkan beberapa tahun lalu.Richard Lanyon, psikolog dari Arizona State University mengelompokkan pedofil ke dalam tiga tipe. Pedofil tergolong tipe situational molester jika masih memiliki ketertarikan seksual dengan orang dewasa. Hanya saja dalam situasi tertentu, mereka memiliki hasrat pedofilia dan melakukan tindakan pedofilia sebagai upaya mengatasi rasa tertekan.Seseorang tergolong sebagai preference molesters jika tertarik secara seksual hanya kepada anak-anak. Kalaupun mereka menikah, hanya untuk menutupi kondisi mereka yang sebenarnya. Mereka tidak merasa ada yang salah dengan pedofilia, bahkan menganggap masyarakat yang bersikap berlebihan.Biasanya situational maupun preference molesters menyalurkan hasrat pedofilianya terhadap anggota keluarga atau tetangga. Kedua tipe ini umumnya tidak bertindak sadis terhadap korbannya. Mereka cenderung membujuk atau mengancam anak tanpa kekerasan fisik. Sedangkan tipe pemerkosa anak {child rapist) biasanya sangat kasar dan tidak segan-segan melakukan kekerasan fisik kepada korban bahkan sampai memerkosa ataupun membunuh korban. Krafft-Ebing menyebutnya sebagai pedofil sadistis.Biasanya mereka mengalami gangguan kepribadian antisosial atau yang populer dengan sebutan psikopat. Mereka tidak memiliki rasa bersalah ataupun kepedulian kepada para korbannya. Jika seorang pedofil termasuk dalam tipe ini, mereka akan didiagnosis dengan dua gangguan sekaligus, yaitu pedofilia dan gangguan kepribadian antisosial. Hal ini sekaligus menunjukkan keduanya merupakan dua gangguan yang berbeda.(Bersambung)--Tulisan ini dimuat di Majalah Intisari Edisi April 2010, ditulis oleh Ester Lianawatidengan judul asli “Cegah Pedofil Beraksi".