Ngabuburit Muslim Minoritas di Perancis: Suasananya Seperti di Indonesia

Moh Habib Asyhad

Editor

Ngabuburit Muslim Minoritas di Perancis: Suasananya Seperti di Indonesia
Ngabuburit Muslim Minoritas di Perancis: Suasananya Seperti di Indonesia

Intisari-Online.com -Tradisi menunggu saat berbuka puasa atau ngabuburit, ternyata bukan cuma milik orang Indonesia. Muslim minoritas di Perancis juga melalukan ngabuburit. Di kota Lyon, Prancis, masyarakat muslim juga melakukannya secara guyub. Tradisi ngabuburit ini setidaknya dilakukan oleh masyarakat muslim di kawasan Vaulx en Velin, Lyon, Prancis. Kawasan yang termasuk daerah pinggiran (banlieu) ini dikenal sebagai basis mayoritas muslim dari negara Maghribi yang terdiri atas Aljazair, Maroko, Tunisia, serta negara-negara Afrika Utara lainnya.

Mayoritas imigran ini boleh dibilang menjadi motor penggerak roda ekonomi di Lyon, kota terbesar kedua di Prancis setelah Paris. Mereka umumnya adalah pekerja-pekerja lapangan seperti teknisi listrik, bangunan, irigasi, supir, penjaga toko, petugas kebersihan, atau petugas keamanan.

Ajang kumpul keluarga

Sejak Januari 2012 Rahmad Hidayat, dosen jurusan sosiologi Universitas Negeri Jakarta yang saat itu tengah menempuh studi S3 di Perancis, tinggal di kawasan ini. Kebetulan, mayoritas imigran Maghribi ini menempati ratusan apartemen di dekat apartemennya. Tak heran jika suasana di kawasan apartemennya seperti “Kampung Arab” karena penghuninya mayoritas muslim. Setiap ia keluar apartemen, ia dan para penghuni lainnya terbiasa saling mengucapkan salam. Sehari-hari bahasa Arab lazim digunakan. Bahkan kadang rasanya seperti di Timur Tengah saja.

Puasa tahun 2012 adalah puasa pertama Rahmad bersama keluarga di Perancis. Keluarganya memang baru menyusul April 2012, dan ia pindah ke apartemen baru yang lebih memadai. Puasa tahun itu terasa lebih nikmat baginya karena lingkungan yang mendukung. Muslim di kawasan Vaulx en Velin ternyata tidak kalah dengan muslim Indonesia dalam menunggu berbuka puasa. Mereka berkumpul bersama keluarga atau teman-temannya di pusat keramai-an sambil bercengkrama.

Pusat keramaian itu tidak lain keberadaan Pasar Ramadhan (Marche de Ramadhan) semacam pasar murah di bulan Ramadhan yang digelar di kawasan Malval. Pasar dibuka sepanjang Ramadhan, mulai pukul 14.00 hingga menjelang buka puasa pukul 21.30.

Untuk menuju pasar ini Rahmad hanya berjalan kaki selama lima menit. Muslim di kawasan Vaulx en Velin khususnya dan Lyon umumnya juga banyak mengunjungi pasar ini. Mereka mencari sajian dan hidangan untuk berbuka puasa. Di sini memang tersedia aneka makanan dan minuman khusus berbuka puasa seperti kurma, roti, soft drink, susu, minuman, ayam, daging, sayuran segar, pizza, martabak, couscous, atau buah-buahan. Harganya lumayan murah jika dibandingkan dengan harga di toko maupun supermarket.

Pasar ini dikoordinasi oleh Panitia Pembangunan Masjid Vaulx en Velin. Memang, di sebelah pasar sedang dibangun fondasi pembangunan masjid. Di depan pintu masuk, panitia membuka kotak donasi bagi warga yang ingin menyumbang pembangunan masjid berkapasitas 1.500 jamaah ini.

Sekadar duduk-duduk

Warga mulai ramai ngabuburit selepas ashar, yaitu pukul 18.00. Di sini tersedia juga tempat salat dengan tikar dan kran portable untuk berwudu. Tentu saja ini memudahkan warga dan pedagang yang ingin melaksanakan salat ashar. Para pedagang sendiri sudah mulai menggelar dagangannya sejak pukul 13.00.

Selepas ashar, suasana di sekitar pasar sangat ramai. Jalanan macet karena banyak warga yang datang membawa mobil. Parkir gratis yang tersedia selalu tidak cukup untuk menampung jumlah kendaraan pengunjung.

Selain untuk berbelanja, warga mengunjungi pasar ini untuk sekadar duduk duduk santai di pinggiran lokasi pasar sambil menunggu jadwal buka puasa. Ada yang membawa serta keluarga mereka. Suasana riuh. Anak-anak bermain bola atau roaler skater. Beberapa remaja juga duduk berkumpul bersama temannya sambil menikmati cuaca panas.

Rahmad Hidayat dan keluarga beberapa kali menyambangi pasar ini sekadar untuk membeli kurma atau ngabuburit. Suasananya ternyata tidak jauh berbeda dengan tradisi ngabuburit di Tanah Air, di Indonesia. Sebuah suasana yang dapat menebus kerinduan berpuasa di Tanah Air. Apalagi bagi istri dan anak saya yang baru pertama merasakan puasa di Prancis.

Keramaian makin bertambah menjelang tiba jadwal buka puasa. Tak sedikit warga yang berbuka puasa di lokasi pasar. Setelah itu beberapa jamaah melaksanakan salat magrib berjamaah di sekitar lokasi. Pasar berangsur-angsur sepi selepas waktu magrib, menjelang isya.Artikel ini pernah dimuat di Intisari Juli 2013 dengan judul "Ngabuburit Kaum Minoritas di Prancis".