Intisari-Online.com -Malang benar nasib Kim Cheol Wong. Maksud hati ingin merayu gadis pujaannya, yang ia dapat justru petaka. Ia diinterogasi aparat keamanan Korea Utara gara-gara menyanyikan lagu Barat berjudul “A Comme Amour” yang biasa dibawakan oleh Richard Clayderman.
Kejadian tersebut terjadi pada 2001 lalu. Ketika itu Cheol sedang berlatih di depan piano untuk dimainkan saat melamar kekasihnya. Di luar dugaan, ada seorang pejalan kaki yang mendengar lagu yang dinyanyikan Cheol tersebut. Apa yang terjadi selanjutnya seolah bisa ditebak: tidak lama berselang, Cheol Woong dipanggil aparat keamanan Korut.
“Di manakah pertama kali Anda mendengar musik itu? Apa perasaan Anda mendengar musik itu? Anda memainkan lagu itu untuk siapa?” ujar Cheol menirukan pertanyaan para penyidik. Cheol sendiri pertama kali mendengarkan lagu tersebut ketika belajar di Rusia. Dia sangat menyukainya dan berencana memainkannya untuk sang pacar ketika pulang nanti.
Tapi aparat keamanan Korut terlihat tidak peduli. Cheol Woong diharuskan menulis surat permintaan maaf sepanjang 10 halaman karena memainkan jenis musik yang salah. Supaya terhindar dari hukuman, Cheol terus berkelit. Ia mengaku berasal dari keluarga yang berkuasa. Taktik itu berhasil. Namun, pernyataan itu harus memiliki konsekuensi panjang.
”Saya mulai sadar harus melepaskan berbagai hal agar bisa hidup sebagai pianis di Korea Utara dan merasa kecewa. Saya menderita selama tiga hari mencari keputusan untuk melarikan diri atau tidak,” kata Cheol. Ia akhirnya memutuskan kabur dari Korea Utara. Meski dia khawatir tindakan itu akan berdampak negatif pada keluarganya, dia percaya mereka akan mengerti dan mendukung keputusannya itu.
Ia juga meninggalkan pesat buat pacarnya. “Jangan tunggu saya!” Cheol Woong pun pergi dan tidak berpamitan.
“Sangat tidak mungkin membicarakan itu dengan siapa pun. Jadi, saya bersiap-siap sendiri. Saya diberi tahu bila menyeberangi Sungai Tumen. Saya bisa masuk ke dunia bebas lewat China. Jadi, saya menuju ke sungai itu. Karena memiliki kartu identitas Pyongyang, saya tidak ditangkap di pos pemeriksaan identitas,” ujarnya.
Tanpa banyak bawaan selain uang tunai sebesar US$2.000, ia tiba di sungai itu pada tengah malam. Ia begitu ketakutan. Ia melihat sekeliling dan mencari cara untuk menyeberang. Lalu, para anggota militer yang bersembunyi menemukan saya dan menunjukkan senjata.
“Saya mengangkat tangan, tetapi ingat uang tunai yang saya bawa. Saya memberikan 2.000 dollar AS itu kepada mereka. Ketika mereka menerima uang itu, mereka membantu saya menyeberang ke China,” kata dia.
Dan dari China-lah kariernya sebagai pianis terus berkembang, meski awal-awal ia harus menjadi petani terlebih dahulu. Tapi tidak apa, yang paling penting, ia tidak dipancung aparat keamana Korea Utara. (Kompas.com)