Advertorial
Intisari-Online.com - Sebelumnya INTISARI-ONLINE sudah menayangkan kisah Bah Atma, salah veteran perang kemerdekaan Indonesia yang hidup dalam keterbatasan ekonomi.
Namun, seperti dituturkan dalam artikel tersebut, tidak hanya Bah Atma saja, pejuang Indonesia yang hidup dalam kemiskinan di masa tuanya.
Ahmad Sukarna atau yang biasa dipanggil Karna juga termasuk salah satunya.
Kisahnya diceritakan oleh penulis buku-buku sejarah, Hendi Jo, melalui akun Facebook-nya:
Baca juga:Abu Umar Ditangkap di Rumah Istri Muda Saat 'Para Muridnya' Meledakkan Diri di Gereja Surabaya
“KARNA YANG TERLUKA
Lelaki itu bernama Ahmad Sukarna (dipanggil Karna) itu sudah sangat sepuh.
Usianya sekarang sudah 98 tahun. Kendati terlihat masih kuat, namun ingatannya agak pikun.
Tapi kalau ditanya soal era revolusi, mulutnya akan lancar bercerita. Bahkan akan sangat emosional.
Dia masih ingat wajah Bung Karno, ketika kali pertama melihatnya di Jalan Caringin, Bogor yang menjadi markas pasukannya.
Dia juga masih terkenang wajah Mayor Harun Kabir dan Letnan Soeroso, dua komandannya yang gugur ditembak serdadu Belanda.
Bicara tentang orang-orang itu matanya akan bersinar penuh semangat, walau kadang terisak seraya memanjatkan doa buat mereka
Tapi tanyalah tentang perempuan bernama Toeti. Dia pasti terdiam lama. Air matanya meleleh dan terlihat wajahnya sangat bersedih. Siapa Toeti yang membuat Karna begitu terluka?
Tuti adalah sahabat karib Karna di kesatuan Lasjkar Caringin, Bogor pada 1945-1947. Kedua pejuang itu dikenal sebagai pencari senjata angat piawai.
Seminggu mereka bisa mendapatkan 4-5 senjata api bahkan mereka berdua pernah mendapatkan 10 senjata dari beberapa tempat di Bogor. Bagaimana caranya?
Untuk mendapatkan senjata2 itu, terlebih dahulu Karna dan Toeti mempelajari watak para serdadu Inggris dan Belanda nyaris setiap hari.
Setelah lama melakukan pengamatan lapangan, mereka berkesimpulan para serdadu yang jauh dari rumah itu sangat lemah jika dihadapkan kepada perempuan.
"Makanya dengan menggunakan Toeti yang berwajah rupawan sebagai "umpan", kami berdua beraksi " tutur Karna.
Modus aksi mereka hampir selalu sama: Tuti pura-pura mandi di sungai atau kolam yang terlihat dari jalan besar hingga patroli patroli musuh kerap tergoda untuk turun. Saat begitu, Karna yg sudah siap siap, dari tempat persembunyiannya langsung menyambar senjata senjata yg ditinggal begitu saja dalam jip dan menembakan salah satunya untuk "memancing" prajurit2 musuh itu kembali ke atas. Lantas keduanya kabur.
"Kami memang menghindar bentrok langsung, karena tugas kami memang bukan untuk bertempur tapi khusus mencari senjata dan amunisi," kenang lelaki tua yang hobi bersepeda itu.
Satu hari, mereka merencanakan operasi di tepi sungai Ciliwung dekat Kebun Raya. Aksi seolah berhasil, mereka berhasil menipu satu regu serdadu Belanda.
Namun tanpa disadari, mereka ternyata telah masuk perangkap musuh dan terkepung.
Tak ada jalan lain. Untuk meloloskan diri, mereka berdua harus terjun ke sungai Ciliwung yg tengah banjir dan airnya berwarna coklat.
Mereka pun hanyut dipermainkan kecamuknya air. Karna yg sempat meraih akar pohon selamat.
Namun tidak demikian dengan Toeti. Ia terseret arus bah dan tak bisa diselamatkan lagi.
"Saya masih melihat tangannya menggapai, mungkin minta tolong. Tapi saya tak bisa berbuat apa-apa. Saya merasa bersalah tak bisa menyelamatkan Tuti," ujar Karna seraya terisak.
Karna berhasil pulang ke markas. Tapi jiwanya terguncang. Karena aksi aksinya sudah tercium, komandannya kemudian mengungsikan Karna ke wilayah Cianjur.
Malang tak dapat dicegah, saat perjalanan ke Cianjur mereka terjebak suatu pertempuran seru di wilayah Puncak. Kaki Karna pun sempat terkena pecahan peluru mortir.
Kendati kakinya kemudian menjadi agak pincang, tidak menjadikan Karna lantas berhenti menjadi gerilyawan.
Dia tetap aktif sebagai pejuang di Cianjur. Usianya panjang dan bisa merasakan alam kemerdekaan.
Namun bayangan sahabat seperjuangannya, Toeti, tetap lekat di benaknya hingga kini.
Tak mungkin pergi, walau penyakit pikun sudah menyerang di usia senja sang petarung tua itu. (hendijo)
catatan: Karna adalah salah satu pejuang yang kisahnya saya tulis di buku terbaru saya: Orang-Orang di Garis Depan. Dia termasuk veteran pejuang yang saya dengar sekarang tengah sakit keras juga. Karena itu, dalam waktu dekat, saya pasti mengunjunginya bersama kawan-kawan Historika Indonesia yang selalu setia mendampingi mereka. (hendijo)”
Baca juga:Bolehkah Tetap Berpuasa Setelah Malamnya Berhubungan Intim tapi Belum Mandi Besar? Begini Jawabannya
Veteran Berlebaran
Jika Anda ingin membantu meringankan beban ekonomi Karna, dan para veteran lainnya, maka program “Veteran Berlebaran: yang digagas oleh rekan-rekan Historika Indonesia bisa menjadi salah satu caranya.
Berikut informasi lengkapnya:
“Historika Indonesia sebagai mitra para veteran pejuang kemerdekaan akan mengadakan kegiatan santunan door to door bertajuk “Veteran Berlebaran”.
Kegiatan ini akan diadakan secara serentak di beberapa kota (Bogor, Bekasi, Karawang, Bandung, Sumedang, Cianjur dan Sukabumi) dengan jumlah veteran penerima manfaat 50 orang .
Para veteran tersebut akan diberikan santunan berupa bingkisan sembako, pakaian dan uang tunai.
Historika Indonesia mengajak bapak/ibu untuk dapat mendukung dan berkontribusi sebagai bentuk rasa terima kasih kita kepada para veteran yang telah berjuang demi negeri ini. Donasi dapat disalurkan melalui transfer :
Bank Mandiri No. Rek : 101 000 777 8093 a/n HISTORIKA INDONESIA .
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi : Basyith (0812 8777 1165) & KangHendi Jo”
Baca juga:Koopssusgab, Hanya 90 Orang Namun Paling Mematikan di Dunia! Siap Kirim Teroris ke Neraka