Intisari-Online.com -Bukan cerita persaingan yang akan saya ceritakan. Jelas, peran becak sedikit demi sedikit tergerus oleh ojek yang daya jelajah dan kecepatannya mengalahkan becak.
Di antara pelanggan becak banyak yang pindah ke tukang ojek meski ada beberapa yang setia dengan abang becak. Bisa jadi karena sudah terjalin keakraban atau kepercayaan di antara tukang becak dan pelanggannya.
Cerita tentang Pak Didi ini adalah cerita tentang kesetiaan. Sama setianya dia dengan becaknya yang sudah puluhan tahun menjadi penopang hidupnya. Tahun 1980 - 1986 saya sangat terbantu oleh kehadiran sosok Pak Didi.
Untuk sampai ke sekolah saya harus menyeberang jalan. Begitu juga ketika pulang saya harus menyeberang lagi jalan itu. Nah, Pak Didi inilah yang membantu saya dan teman-teman menyeberang jalan dengan aman.
Kesetiaan Pak Didi tidak tergerus oleh waktu. Meski pendapatannya berkurang karena tersedot oleh tukang ojek, ia masih ringan tangan membantu anak-anak sekolah menyeberang. Sampai sekarang! Berarti sudah 30 tahunan ia menjalani ritual membantu anak-anak sekolah menyeberang jalan yang kian ramai itu.
Pernah terlihat di suatu pagi, dua orang anak SD terpaksa membangunkan Pak Didi yang terlelap tidur di becak-nya, menunggu penumpang yang tak kunjung datang. "Kang Didi, pang meuntaskeun" (tolong diseberangkan-Red.).
Sedikit kaget dia membetulkan topi kebesarannya, lalu turun dan menggandeng tangan kedua bocah kecil di kanan kirinya. Terdengar sayup anak itu berteriak mengucapkan terimakasih setelah sampai ke halaman sekolahnya. Kang Didi kemudian naik lagi ke becak kebanggaanya, lalu ... tidur lagi.
Aneh, ada sekitar lima becak yang mangkal di pertigaan jalan itu, dengan abangnya masing-masing terlihat sibuk merokok dan sesekali bercanda dengan teman-temannya. Namun, anak-anak itu lebih mencari Pak Didi yang kebetulan tidur siang; dan Pak Didi tidak terlihat marah atau kesal karena tidurnya terganggu.