Hampir setiap hari saya selalu memasak masakan yang berkuah untuk anak-anak. Seperti sup ayam, sup oyong, semur, atau sayur bening. Kalau memasak cap cay pun harus ditambah kuah. Cara menyajikannya pun tidak dicampur dengan nasi, artinya nasi dan lauk dengan piring dan sayur berkuah dengan mangkuk tersendiri.
Kali ini saya masak sayur sup ayam dengan lauk tempe goreng dan telur dadar. Sepulang sekolah anak-anak menghampiri saya, dan terjadilah percakapan berikut.
"Masak apa Bu, hari ini?"
"Sup ayam, lauknya tempe goreng dan telur dadar."
"Sup ayamnya isinya apa, Bu?"
"Ada daging ayamnya, bakso, buncis, wortel, dan kol."
"Boleh makan sekarang, Bu?" Wah, rupanya pulang sekolah anak-anak kelaparan, padahal jam belum menunjukkan pukul 12.00.
"Ya boleh aja, to...."
Saya siapkan makan siang mereka, seperti biasa, sup saya sajikan dengan mangkuk tersendiri. Anak-anak makan di meja makan, saya kembali melanjutkan membaca di ruang tengah. Tiba-tiba saya lihat anak-anak saya mengangkat mangkok dan meminum kuah sup dari pinggir mangkuknya, tanpa menggunakan sendok. Orang Jawa bilang, disruput....
Saya tegur mereka, "Lo, kok makan supnya seperti itu, 'kan tidak sopan? Bukankah sudah disediakan sendok yang lebih cekung untuk menyendok kuah supnya?"
Jawab anak laki-laki saya, "Tapi kemarin saya lihat Mbah Kung makan kuah supnya seperti ini ...."
Saya jawab, "Seharusnya ya makan sup tidak seperti itu karena tidak baik, tidak sopan, lebih baik 'kan pakai sendok supnya."
"Kalau kita enggak boleh makan sup seperti ini, kok kalau Mbah Kung boleh Bu?"
Hehe ... saya musti jawab bagaimana ya?