Antara Maaf, Cinta, dan Cerita Kentang

K. Tatik Wardayati

Editor

Antara maaf, cinta, dan cerita kentang
Antara maaf, cinta, dan cerita kentang

Intisari-Online.com – Peribahasa Inggris kuno menyatakan, dalam setiap maaf itu selalu terdapat cinta. Ada dua pengertian penting dalam kalimat di atas, yakni maaf dan cinta. Dua kata yang bisa dengan gampang diucapkan dan dijalankan, tapi bisa juga sedemikian sulit terlontar dan enggan dilakukan. Buktinya, banyak perkawinan yang dirajut dari kata cinta jadi berantakan lantara masing-masing tak lagi memiliki kata maaf. Tak sedikit persahabatan berubah menjadi permusuhan karena kedua pihak gagal memaknai dua kata tersebut.

Seorang motivator asal Amerika Serikat yang terkenal pada tahun 1960-an Rebecca Beard, dalam bukunya Everyman’s Search bilang, ketika kita mengatakan mampu mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri, semestinya kita juga harus berani meminta maaf atas perbuatan yang tidak kita kehendaki dan perkataan yang seharusnya tidak diucapkan pada orang lain.

Penjelasan pernyataan di atas bisa diberi ilustrasi sebagai berikut. Seorang guru meminta murid-muridnya membawa sebuah kantung plastik dan karung berisi kentang ke sekolah. Masing-masing murid disuruh mengingat nama orang-orang yang tidak bisa dimaafkan, lantaran pernah menyakiti hati atau berbuat salah dalam hidup mereka. Setiap nama dituliskan pada sebutir kentan. Lalu kentang tersebut dimasukkan ke dalam kantung plastik. Ada yang kantungnya penuh, ada yang setengah, tapi ada juga yang hanya berisi sedikit kentang. Mulai hari itu mereka diwajibkan selalu membawa kantung kentang tersebut ke mana pun pergi. Kalau ke sekolah kantung itu ditaruh di meja, ketika pulang diletakkan di dalam mobil, di kala tidur ditaruh di sisi tempat tidur. Tugas “aneh” ini mereka jalani selama sepuluh hari.

Keletihan fisik membawa kantung kentang selama itu secara harafiah menggambarkan beratnya beban spiritual manusia. Padahal secara alamiah, pelan-pelan kentang itu akan membusuk dan mengeluarkan bau tak enak. Otomatis murid-murid itu terganggu oleh bau busuk tersebut. Fisik mereka pun terpengaruh, kepala jadi pusing, atau bahkan muntah-muntah.

Cerita di atas adalah metafora atas harga yang harus kita bayar karena mempertahankan rasa marah, dendam, dan sikap negatif pada sesama. Terlalu sering kita enggan memberi maaf kepada orang lain. Ngapain harus memaafkan? Kesenengan mereka dong! Hati kecil kita tak rela, memberi hadiah maaf pada orang lain. Padahal memberi atau meminta maaf itu sesungguhnya juga merupakan hadiah bagi kita sendiri. Lantaran setelah itu kita akan terbebas dari rasa lelah atau bahkan sakit akibat menenteng-nenteng “kantung kentang”. Nah, mulai hari ini mari keluarkan kentang maaf dari kantong kita.