Intisari-Online.com - Masih ingat karakter boneka warna-warni lucu bernama Big Bird, Ernie, Bert, Elmo, Cookie Monster, dan teman-teman bonekanya yang lain? Mereka adalah muppet (boneka) yang tinggal di Sesame Street, sebuah lokasi fiktif di New York, Amerika Serikat. Acara edukasi untuk anak-anak itu diputar perdana pada 10 November 1969, dengan judul sama seperti para muppet itu tinggal, Sesame Street.
Pembuatnya adalah Jim Henson, seorang pemain boneka dari Amerika Serikat. Selama 37 musim, terdapat lebih dari 4.134 episode. Dengan jumlah episode sebanyak itu, Sesame Street merupakan salah satu serial acara televisi yang paling lama tayang sepanjang sejarah pertelevisian.
Serial aslinya sudah ditayangkan di 120 negara, dan lebih dari 30 versi internasional yang sudah diproduksi, tidak termasuk versi sulih suara, termasuk di Indonesia. Sesame Street pernah ditayangkan oleh stasiun televisi TVRI pada awal dekade 1974 sampai 1990. Kemudian lisensi penayangan acara ini beralih ke dua stasiun televisi swasta lokal besar pada saat itu pada awal dekade 1990-an. Selain itu, juga telah dibuat Sesame Street versi Indonesia yang dinamai Jalan Sesama versi remake. Acara tersebut ditayangkan di Trans7 mulai 18 Februari 2008.
Karena reputasi acara ini yang sangat efektif dalam memberikan pendidikan dan sekaligus hiburan secara bersamaan, tak pelak lagi semakin banyak stasiun televisi yang ingin ikut menayangkan para boneka ini di layar kaca. Apalagi, sebuah riset pernah mengungkap fakta bahwa sekitar 75 juta orang Amerika pernah menyaksikan serial ini ketika mereka masih anak-anak, dan jutaan lainnya juga telah menonton serial ini, termasuk orangtuanya. Tentu saja itu menjanjikan rating yang menggiurkan bagi pengusaha pertelevisian.
Rupanya, Big Bird, Elmo, dan karakter boneka imut lain yang tinggal di Sesame Street itumempunyai teman baru, walaupun tinggal di tempat yang jauh, yaitu Nigeria. Ya, pada November 2010, Sesame Street mengunjungi anak-anak Nigeria melalui layar kaca. Di sana, acara tersebut berganti nama menjadi Sesame Square, karena “square”, menurut Nadia Bilchik, editor CNN yang ikut ambil bagian dalam program ini, mempunyai konotasi yang lebih positif daripada “street”, di Nigeria.
Sesame Square menampilkan dua bintang, yaitu Kami dan Zobi. Uniknya, karakter Kami adalah boneka perempuan berusia sekitar lima tahun yang positif HIV! Sedangkan Zobi, mirip karakter Monster Cookies di serial originalnya, namun makanan favoritnya bukan kue (cookies), namun Yams, makanan pokok Nigeria.
HIV/AIDS memang terdengar seram, terutama untuk anak-anak. Tapi di Nigeria, penyakit mematikan ini sudah akrab di telinga anak-anak. Di negara yang populasinya lebih dari 150 juta penduduk –di mana, menurut catatan CIA World Factbook, hampir separuhnya berusia di bawah 14 tahun-- HIV/AIDS, wabah malaria, ketidaksetaraan gender, dan masalah perbedaan agama adalah beberapa masalah terbesar.
Kami digambarkan sebagai anak perempuan yang rajin, riang, and penuh semangat. Bulunya yang berwarna kuning terang ditambah bagian rambutnya yang keemasan membuatnya terlihat bersinar. Kami Kami senang menceritakan pengalaman sehari-harinya dengan orang lain, baik yang menyenangkan, unik, atau sedih. Namun dia akan mendapatkan makna di balik semua itu, yang akan dibagikan kepada teman-temannya. Program Sesame Square ini ingin menekankan, sosok Kami yang seorang anak pengidap HIV positif menjalani hidupnya dengan antusias, bersemangat, dan positif. Dia tetap bersinar, dan tak membuat penyakit itu membuat hidupnya semakin parah lagi, secara mental dan sosial. Menurut National Agency for Control of AIDS, kira-kira ada 278.000 anak yang HIV-positif di Nigeria.
Sedangkan Zobi digambarkan sebagai anak lelaki boneka yang berwarna biru. Dia sangat energik and selalu membuat segala kegiatan yang dilakukannya menjadi menarik dan menyenangkan. Dalam sebuah episode, diceritakan Zobi sedang bermain-main dengan kassa anti-nyamuk. Saking antusiasnya, dia terjerat sendiri di jarring-jaring anti-nyamuk itu. Ada pesan penting di balik cerita ini. Kassa anti-nyamuk adalah cara terbaik untuk mencegah terserang malaria, yang ditularkan melalui nyamuk. Menurut WHO, satu anak mati setiap 45 detik karena malaria, di Afrika.
Nadia Bilchik mengatakan bahwa program ini, yang workshop-nya sudah dilaksanakan sejak November tahun 2009, penerimaan masyarakat Nigeria terhadap program acara ini cukup baik. Tentu saja dibutuhkan sensitivitas tinggi dalam mengaplikasikan tayangan ini supaya pas dengan konsumsi dareah tersebut. Sehingga unsur-unsur budaya lokal tidak ada yang terabaikan, dan menjadi ganjalan dalam realisasi program.
Inisiatif untuk membuat gebrakan baru dalam pembelajaran untuk hal-hal yang awalnya bukan konsumsi anak-anak, menjadi sebuah urgensi. Karena kebutuhan yang spesifik tersebut, program Sesame Square ini membantu anak dan orangtuanya membangun pemikiran kritis, menciptakan kebiasaan hidup sehat dan bersih, dan membangun kekuatan emosional, agar mampu menghadapi pembelajaran seumur hidupnya masing-masing (*)