Intisari-Online.com – Kehidupan Thomas Cannon mungkin tampak biasa-biasa saja. Dia memiliki seorang istri, dua anak, dan pekerjaan sebagai petugas portal. Dia tidak memiliki rumah megah atau mengendarai mobil mewah. Tapi dia punya satu kebiasaan menarik: ia suka memberikan uang.
Orang sering bertanya-tanya bagaimana dia bisa bersikap begitu murah hati. Padahal bukan orang berharta. Gaji tahunannya tak pernah lebih dari AS$20.000. Penjelasan Cannon sederhana: dia hidup tidak bermewah-mewah sehingga bisa membantu orang lain.
Sifat dermawannya itu bermula saat Perang Dunia II. Ia terdaftar di Angkatan Laut. Ketika ia mengikuti pelatihan, kecelakaan tragis merenggut nyawa rekan awak kapalnya. Ia pun selamat dan percaya bahwa hidupnya telah diselamatkan karena suatu alasan. Selesai pelatihan ia melanjutkan pendidikan hingga memperoleh gelar sarjana, kemudian bekerja di Kantor Pos Amerika Serikat. Dari situ ia mengejar misi yang menjadi “tugasnya”, yaitu menjadi role model positif dan melayani orang lain.
Berbeda dengan kebanyakan orang, Cannon menyumbang tanpa gembar-gembor. Tak sekalipun namaya muncul di surat kabar lokal seperti kebanyakan penyumbang. Ia memberikan uang sebesar AS$1.000 untuk usaha amal atau membantu orang yang sedang mengalami kesulitan. Selama bertahun-tahun ia telah mendermakan lebih dari AS$150.000.
Akan tetapi, sebelum ia meninggal, aktivitas sosial Cannon itu diketahui banyak orang. Toh Cannon tak mau orang menghargainya dalam bentuk apa pun, seperti patung atau namanya dicantumkan pada apa pun. Ia hanya ingin warisannya bertahan hidup. Untuk itu Thomas Cannon hanya menyarankan: Bantulah seseorang. (Bits & Pieces)