Penantian Sang Ayah

Agus Surono

Editor

Penantian Sang Ayah
Penantian Sang Ayah

Intisari-Online.com - Tersebutlah seorang ayah yang sangat menyayangi anaknya. Di suatu akhir pekan, si ayah mengajak anaknya untuk pergi ke pasar malam. Mereka pulang sangat larut.

Di tengah jalan, si anak melepas sabuk pengamannya karena merasa tidak nyaman. Si ayah sudah menyuruhnya memasang kembali, namun si anak tidak menurut.

Benar saja, di salah satu tikungan, sebuah mobil lain melaju kencang tak terkendali. Ternyata pengemudinya mabuk. Tabrakan tak terhindarkan. Si ayah selamat, tapi si anak terpental keluar. Kepalanya membentur aspal, dan menderita gegar otak yang cukup parah.

Setelah berapa lama mendekam di rumah sakit, akhirnya si anak siuman. Sayang, ia tidak dapat melihat dan mendengar apa pun. Buta tuli. Si ayah dengan sedih hanya bisa memeluk erat anaknya. Hanya sentuhan dan pelukan yang bisa anaknya rasakan.

Begitulah kehidupan sang ayah dan anaknya yang buta-tuli ini. Dia senantiasa menjaga anaknya. Suatu saat si anak kepanasan dan minta es, si ayah diam saja. Sebab ia melihat anaknya sedang demam, dan es akan memperparah demam anaknya.

Di suatu musim dingin, si anak memaksa berjalan ke tempat yang hangat, namun si ayah menarik keras sampai melukai tangan si anak, karena ternyata tempat 'hangat' tersebut tidak jauh dari sebuah gedung yang terbakar hebat.

Suatu kali anaknya kesal karena ayahnya membuang liontin kesukaannya. Si anak sangat marah, tetapi sang ayah hanya bisa menghela nafas. Komunikasinya terbatas. Ingin rasanya ia menjelaskan bahwa liontin yang tajam itu sudah berkarat.

Apa daya si anak tidak dapat mendengar. Sang ayah hanya bisa berharap anaknya sepenuhnya percaya kalau ia hanya melakukan yang terbaik untuk anaknya.

Saat-saat paling bahagia si ayah adalah saat dia mendengar anaknya mengutarakan perasaannya, isi hatinya. Saat anaknya mendiamkan dia, dia merasa tersiksa, namun ia senantiasa berada di samping anaknya.

Setia menjaganya. Dia hanya bisa berdoa dan berharap, kalau suatu saat Allah dapat memberi mukjizat. Setiap hari pukul 04.00, dia bangun untuk mendoakan kesembuhan anaknya.

Beberapa tahun berlalu.

Di suatu pagi yang cerah, sayup-sayup bunyi kicauan burung membangunkan si anak. Ternyata pendengarannya pulih! Anak itu berteriak kegirangan, sampai mengejutkan si ayah yang tertidur di sampingnya. Kemudian disusul oleh pengelihatannya.

Ternyata Allah telah mengabulkan doa sang ayah. Melihat rambut ayahnya yang telah memutih dan tangan sang ayah yang telah mengeras penuh luka, si anak memeluk erat sang ayah, sambil berkata, "Ayah, terima kasih ya, selama ini engkau telah setia menjagaku."

Terkadang seperti anak itulah tingkah kita. Terkadang kita "buta" dan "tuli", tidak mau sedikit pun mendengar dan melihat sekeliling kita. Akan tetapi, Allah sebagai Ayah yang baik hati dan setia pada kita selalu sabar menuntun dan menolong kita. (BMSPS)