Intisari-Online.com – Seorang petani dan istrinya bergandengan tangan menyusuri jalan sepulang dari sawah sambil diguyur air hujan.
Lewatlah sebuah motor di depan mereka. Berkatalah petani ini pada istrinya, “Lihatlah Bu, betapa bahagianya suami istri yang naik motor itu, meskipun mereka juga kehujanan, tapi mereka bisa cepat sampai di rumah. Tidak seperti kita yang harus lelah berjalan untuk sampai ke rumah.”
Sementara itu, pengendara sepeda motor dan istrinya yang sedang berboncengan di bawah derasnya air hujan, melihat sebuah mobil pick up lewat di depan mereka.
Pengendara motor itu berkata kepada istrinya, “Lihat Bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil itu. Mereka tidak perlu kehujanan seperti kita.”
Di dalam mobil pick up yang dikendarai sepasang suami istri, terjadi perbincangan, ketika sebuah mobil sedan mewah lewat di hadapan mereka. “Lihatlah Bu, betapa bahagia orang yang naik mobil bagus itu. Mobil itu pasti nyaman dikendarai, tidak seperti mobil kita yang sering mogok.”
Pengendara mobil mewah itu seorang pria kaya, dan ketika dia melihat sepasang suami istri yang berjalan bergandengan tangan di bawah guyuran air hujan, pria kaya itu berkata dalam hatinya, “Betapa bahagianya suami istri itu. Mereka dengan mesranya berjalan bergandengan tangan sambil menyusuri indahnya jalan di pedesaan ini. Sementara aku dan istriku tidak pernah punya waktu untuk berdua karena kesibukan kami masing masing.”
Pesan dari cerita ini: Kebahagiaan tak akan pernah kita rasakan jika hanya melihat kebahagiaan milik orang lain, dan selalu membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Bersyukurlah atas hidup kita supaya kita tahu di mana kebahagiaan itu berada. (*)