Intisari-Online.com – Seorang petani mengetuk pintu biara. Ketika pintu terbuka, petani mengulurkan sejumlah anggur kepada pembuka pintu.
“Saudara penjaga pintu, ini adalah buah anggur terindah hasil panenan kebunku. Saya datang ke sini untuk memberikannya kepadamu sebagai hadiah,” kata petani itu.
“Terima kasih. Aku akan membawanya langsung ke kepala biara, yang tentunya bahagia dengan kirimanmu,” kata penjaga pintu senang.
“Tidak. Aku memberikannya untukmu,” kata petani itu.
“Buat saya?” Penjaga pintu itu berubah merah mukanya karena merasa tidak layak menerima hadiah yang indah itu.
“Ya!” desak petani itu. “Karena setiap kali aku mengetuk pintu ini, kau membukakannya. Setiap kali aku butuh bantuanmu ketika panen dilanda kekeringan, engkau memberiku sepotong roti dan secangkir anggur. Aku ingin memberikan anggur ini atas cinta matahari, keindahan hujan, dan keajaiban Allah, sehingga Ia membuatnya tumbuh begitu indah.”
Penjaga pintu itu pun menempatkan sejumlah anggur tadi di depannya dan memandanginya dengan kagum. Anggur itu benar-benar cantik. Ia pun memutuskan untuk memberikan anggur itu kepada kepala biara sebagai hadiah, yang selalu mendorongnya dengan kata-kata bijak.
Kepala biara itu senang dengan anggur yang diberikan kepadanya, tapi ia ingat ada yang sedang sakit di biara, dan ia berpikir, “Aku akan memberinya banyak anggur. Siapa tahu, ini membawa sedikit sukacita bagi hidupnya.”
Demikianlah dilakukannya. Namun, anggur itu tidak lama di tempat saudara yang sakit, karena ia berpikir, “Saudaraku tukang masak sudah merawatku begitu lama, ia memberikan masakan bergizi yang terbaik untukku. Saya yakin pemberian ini untuk menghargainya.”
Ketika tukang masak membawakan makanan saat makan siang, ia memberinya buah anggur. “Ini milikmu,” kata si sakit. “Karena engkau selalu berhubungan dengan apa yang dihasilkan oleh alam, biarlah kau tahu apa yang harus dilakukan terhadap hasil pekerjaan Allah ini.”
Tukang masak itu terpesona oleh keindahan sekelompok anggur itu. Begitu sempurna, pikirnya, tidak ada yang lebih baik diberikan untuk hadiah kepada petugas kebersihan, karena ia bertanggung jawab menjaga kebersihan biara, untuk itu biarlah ia dapat menilai keajaiban alam.
Akhirnya, si tukang masak pun memberikan anggur itu sebagai hadiah bagi petugas kebersihan, sehingga ia bisa memahami bahwa pekerjaan Allah ditemukan dalam rincian terkecil penciptaan.
Ketika petugas kebersihan menerimanya, hatinya penuh dengan kemuliaan Tuhan, karena ia belum pernah melihat sekelompok anggur yang indah. Pada saat yang sama, ia ingat pertama kali datang ke biara dan orang yang membukakan pintu untuknya. Sikap itulah yang memungkinkannya berada di komunitas orang-orang yang tahu nilai mukjizat saat ini.
Sebelum malam tiba, ia membawa sekelompok anggur itu kepada penjaga pintu.
“Makan ini dan nikmatilah,” katanya. “Karena Engkau menghabiskan sebagian besar waktumu di sini sendirian dan buah anggur ini akan membuatmu senang.”
Penjaga pintu itu akhirnya mengerti bahwa hadiah itu benar-benar ditakdirkan untuknya, sehingga ia menikmati setiap anggur dari kelompok anggur dan ia pun tidur dalam kebahagiaan.
Lingkaran kebahagiaan dan sukacita selalu membentang di sekitar orang-orang yang murah hati. (*)