Ketika ditanyakan bagaimana ia bisa hidup begitu lama, Istambulova menjawab: “Itu kehendak Tuhan. Aku tidak melakukan apapun untuk membuatnya terjadi.”
“Aku lihat orang-orang (yang panjang umur) berolahraga, makan makanan khusus, menjaga kesehatan mereka, tetapi aku tidak tahu bagaimana aku bisa hidup hingga sekarang,” kata Koku Istambulova.
Ia menambahkan, tidak ada seharipun ia gembira selama hidupnya. Ia selalu bekerja keras di ladang.
“Aku lelah. Panjang umur bukan hadiah Tuhan untukku, tetapi sebuah hukuman,” tambah wanita tersebut.
Ia bilang, ia masih bisa berbicara jelas, bisa menghidupi dirinya sendiri, dan juga berjalan, namun pengelihatannya mulai menurun.
Selama masa hidupnya yang panjang itu, ia telah kehilangan anaknya beberapa kali, termasuk seorang putranya yang meninggal saat baru berusia 6 tahun.
Satu-satunya saudara Istambulova yang tersisa adalah adiknya Tamara, yang meninggal lima tahun lalu dalam usia 104 tahun.
“Aku bertahan melalui Perang Sipil Rusia (setelah Revolusi Bolshevik), Perang Dunia II, dideportasi dari negara kami pada 1944, dan melewati dua perang Chenchen,” cerita Istambulova.
Itu sebabnya ia yakin hidupnya tidak bahagia. Ia juga masih mengingat tank-tank Jerman yang melewati rumahnya, dan itu menakutkan.
Ia bilang, ia mencoba tidak memperlihatkannya dan mereka bersembunyi di rumah. Bagi mereka, hidup di Kazakstan sangat sulit.
Ketika dalam pengasingan, mereka hidup di Siberia juga, tetapi di Kazakhstan mereka merasa betapa rakyat Kazakhstan membenci mereka.
Source | : | mail online |
Penulis | : | Khena Saptawaty |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR