Sebelum Kita Menyadari dan Terlambat

K. Tatik Wardayati

Editor

Sebelum Kita Menyadari dan Terlambat
Sebelum Kita Menyadari dan Terlambat

Intisari-Online.com – Saat ini adalah hari ulang tahun perkawinan mereka, Aisha sedang menunggu suaminya, Rajiv, muncul. Banyak yang mereka alami selama lima belas tahun perkawinan. Selalu berdebat untuk setiap hal-hal kecil, keduanya terkadang sampai saling mendiamkan beberapa hari.

Aisha sedang menunggu dan melihat apakah Rajiv ingat hari itu adalah ulang tahun perkawinan mereka.

Saat itu bel pintu berbunyi. Ia pun berlari dan mendapati suaminya dengan basah kuyup di depan pinttu memegang seikat bunga di tangannya. Keduanya saling berpelukan. Mereka melupakan pertengkaran yang pernah terjadi, dan berencana untuk merayakan dengan makan di rumah dengan sepasang lilin, sampanye, dan musik ringan. Hujan deras di luar. Ah, sempurna.

Tapi saat itu waktu terasa berhenti ketika telepon berdering di kamar tidur.

Aisha bergegas ke kamar tidur untuk mengangkatnya. Dari seorang pria, “Halo, Bu, aku menelepon dari kantor polisi. Apakah ini nomor rumah Pak Rajiv?”

“Ya, benar!”

“Maaf, Bu, kami ingin memberitahukan bahwa ada kecelakaan dan seorang pria meninggal. Kami mendapat nomor ini dari dompetnya. Kami ingin Ibu datang, dan mengidentifikasi tubuhnya.”

Deg! Hati Aisha seperti dipukul palu. Ia terkejut,” Tapi, suami saya ada di sini bersamaku!”

“Maaf, Bu, tapi insiden itu terjadi siang tadi, ketika ia naik kereta.”

Aisha hampir kehilangan hati nuraninya. Bagaimana ini bisa terjadi? Ia pernah mendengar bahwa jiwa orang datang untuk bertemu dengan orang yang dicintai sebelum meninggalkan tubuhnya.

Ia berlari ke ruangan lain. Ia tidak menemukan suaminya. Benar! Suaminya telah meninggalkannya untuk selamanya.

“Oh, Tuhan, ia telah meninggal. Tolong beri saya kesempatan untuk memperbaiki setiap pertengkaran kecil kami.” Aisha berguling menangis di lantai. Ia kehilangan kesempatan untuk memperbaiki diri. Selamanya.

Tiba-tiba ada suara dari kamar mandi, pintu terbuka, dan Rajiv keluar, serta berkata, “Sayang, aku lupa memberitahumu. Dompetku tadi dicopet orang.”

Hidup tidak mungkin memberikan kita kesempatan kedua. Maka, perbaiki kesalahan yang pernah kita perbuat. Miliki hidup indah tanpa penuh penyesalan. (*)