Bertengkar Bukan Berarti Tak Cinta

K. Tatik Wardayati

Editor

Bertengkar Bukan Berarti Tak Cinta
Bertengkar Bukan Berarti Tak Cinta

Intisari-Online.com – Nia berangkat ke kantor sambil bersungut-sungut. Ini kesekian kali – wanita yang baru 2 tahun menikah ini – kehilangan mood, lantaran harus bertengkar dengan suaminya. Selalu saja ada bahan yang dipertengkarkan.Sering hal tak penting dan sepele, soal nasi goreng yang terlalu asin misalnya. Lucunya, setelah bertengkar, mereka biasanya minta maaf dan mengumbar kemesraan lagi.

Buktinya pagi itu, baru beberapa meter Nia beranjak dari rumah, pesan pendek dari Gilang – suaminya – masuk. “Maaf… untuk apa pun yang membuat kamu marah pagi ini.” Disusul sms berikutnya, “Jika aku yang membuat sendiri nasi goreng itu, rasanya pasti lebih tak keruan.”Ahh, Gilang yang romantis. Kalau sudah begitu, Nia pun luluh. “Aku akan maafkan, kalau kamu traktir aku karaokean di Inul Vista nanti malam,” Nia menekan tombol “send”, menjawab dua sms Gilang.

Saat makan siang, Nia bersua karib lamanya, Rima. Spontan Nia berkeluh kesah betapa seringnya dia dan Gulang ribut-mesra, ribut-mesra, dan ribut-mesra lagi. Alih-alih memberi saran, Rima malah terbengong.“Aku malah memimpikan saat-saat seperti itu, Ni. Berargumentasi dulu sebelum menyepakati sesuatu. Mas-ku terlalu diam, sehingga aku tak pernah tahu dia suka atau tidak, setuju atau tidak. Aku jadi takut berpendapat, karena dia juga tak pernah menanyakan.”

Rima menambahkan, “Mas-ku jarang bicara. Sampai-sampai pembantu kami mengira aku dan dia saban hari ‘marahan’ lantara jarang bertegur sapa. Aku tertekan, Ni. Barangkali kami terlalu saling menghargai dan terlalu ingin menjaga perasaan masing-masing. Tapi itu justru membuat rumah kami seperti kuburan dan penuh kepura-puraan.”

Kini giliran Nia terbengong. Dalam hati, dia bersyukur memiliki Gilang yang kritis, jujur, dan spontan. Teringat dia pada sebuah kalimat bijak anonim yang pernah dibacanya di sebuah buku: “That just because two people argue, it doesn’t mean they don’t love each other, and just because they don’t argue, it doesn’t mean they do.” --Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 2011.