Intisari-Online.com – Alkisah seekor katak tinggal di kolam samping sebuah istana yang terbengkalai. Kadang-kadang seorang penyihir datang dan tinggal di istana itu. Suatu hari, katak memutuskan untuk pergi dan melihat istana yang terbengkalai itu.Ia melompat dan melompat ke atas hingga bingkai jendela tua. Alih-alih dipenuhi dengan kaca, bingkai jendela itu penuh dengan sesuatu seperti gelembung sabun. Katak itu geli dan ingin memecahkan gelembung ajaib itu untuk melaluinya. Namun, tidak ada gelembung sabun, yang ada adalah sisa-sisa ramuan ajaib. Katak merasa melompatinya dan mendapati dirinya memasuki tempat yang sangat berbeda.
Katak itu seperti sedang memasuki rumah orang yang sangat kaya. Mencium bau tempat yang bagus dan hangat. Tapi itu tidak berlangsung lama. Seekor anjing melihat katak itu dan hendak menangkapnya. Untungnya, dengan tiga lompatan besar, katak itu berhasil melompat keluar dari jendela. Kini, ia menemukan dirinya berada di kolam yang indah, penuh dengan katak yang indah.
Kolam itu dipenuhi dengan lalat, sehingga katak berbunyi kegirangan sepanjang hari. Katak ini tidak tampan atau jelek, tapi ia tidak ingin disambut oleh katak lain. Ia hanya ingin menikmati dirinya sendiri. Ia tinggal di kolam itu beberapa hari, hingga suatu malam sekelompok katak menangkapnya saat tidur dan melemparkannya kembali melalui jendela.
Katak terbangun di tempat gelap, bobrok, dingin, dan tidak nyaman untuk tidur. Ada seorang anak muda di sana, dan anak itu menyambut katak dengan kebahagiaan besar. Segera anak muda dan katak itu menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Anak itu berusaha menjadi sahabat yang baik sebisa mungkin, bahkan ia menangkap lalat untuk katak.Namun, katak itu tidak bisa menghilangkan pikiran akan semua kenyamanan kolam yang indah yang telah ia alami. Suatu malam, ketika malam semakin dingin, dan kayu bakar telah habis, katak itu melompat ke jendela dan melompat keluar. Kini, ia berada di Kutub Utara!
Katak merasa sekarat karena kedinginan, sehingga ia cepat-cepat melompat kembali melalui jendela. Kali ini, ia menemukan dirinya di padang pasir. Kembali ia melompat melalui jendela, dan ia pun sampai di salju Arktik. Tidak peduli berapa kali ia melompat bolak-balik, ia selalu akan ke luar di Kutub Utara atau padang pasir.
Sambil terus melompat dan berubah dari satu tempat ke tempat lain, ia ingat dengan anak muda yang miskin itu. Ia ingat bagaimana anak itu mengasihinya dengan penuh kasih sayang. Ia tidak ingin berakhir dalam situasi mati karena kelaparan, setiap kali melompat dari tempat yang dingin ke panas yang paling membakar.
Kita memang harus lebih fokus pada apa yang kita miliki sekarang. Ambisi tidak masuk akal hanya dapat menyebabkan kita kehilangan segalanya. (*)