Intisari-Online.com - Bersama istri dan cucu laki-laki yang berusia 21 bulan, Kamis, 2 Desember 2011, mulai pukul 09.00 WITA, saya keliling-keliling Kuta, Nusa Dua, dan Tanjung Benoa. Melihat keindahan pantai Bali di sekitar kaki Pulau Bali, aktivitas orang main parasut yang ditarik motor boat, ski air, dan beberapa jenis permainan kombinasi olahraga udara dan laut. Mumpung ada pameran industri kelapa sawit di Hotel Westin, saya ingin mendapatkan brosur dan informasi sejenisnya untuk anak saya yang sedang belajar soal teknologi pertanian. Sayang, seorang satpam penjaga pintu pameran bilang bahwa yang boleh masuk hanya peserta konferensi tentang minyak sawit.
Saya pun mengarahkan tujuan ke Taman Burung Bali (Bali Bird Park) yang beralamat di Jalan Serma Cok Ngurah Gambir, SIngapadu, Batubulan, Gianyar, Bali, Indonesia. Tiket per orang Rp 86.500,-. Tak ada perbedaan antara nenek-kakek dan cucu. Tiket ini selain sebagai tiket masuk ke Taman Bali Burung, juga bisa dipakai untuk masuk ke taman reptil yang terpisah meski letaknya bersebelahan untuk masuk ke taman burung dan taman reptil yang terpisah, walaupun tempatnya sebelah menyebelah.
Harga tiket tadi untuk warga Indonesia, sedangkan untuk turis asing AS$ 23,5 (orang dewasa) dan AS$ 11.75 (anak-anak). Lo, kok cucu saya disamakan tiketnya dengan kakeknya? Bisa jadi harga tiket untuk orang Indonesia hampir separuh harga untuk turis asing dewasa.
Kedua taman hewan ini relatif kecil. Hanya butuh beberapa puluh menit saja untuk mengelilinginya. Di brosurnya taman ini memiliki 1.000 burung dan 250 spesies burung dan reptil.Koleksi reptil ada ular, iguana, buaya, sampai komodo. Kesan saya, taman burung dan taman reptil mesti ditingkatkan penampilannya supaya lebih menarik. Burung juga mesti dibikin lebih meriah ditampilkan karena 1.000 ekor itu banyak.
Kookaburra dan Pelikan
Yang mengesankan, di taman burung saya bertemu burung kookaburra (Dacelo novaequinea) yang saat remaja sering saya dengar suaranya di radio Australia siaran Bahasa Indonesia. Mungkin zamannya alm. Kang Ebet Kadarusman masih menjadi penyiar Radio Australia. Masih terngiang suara si Kookaburra tertawa panjang ...kaaakaaakuukuukaakaakuukuuuuuukaakoko.... Eh tiba-tiba si Kookabura di depan saya tak malu-malu "tertawa" panjang mirip suara Kookaburra di radio Australia dulu. Burung ini memang jenis burung periang, tidak pemalu. Buktinya, walau dikurung di kandang dan ditonton satu orang turis lokal, si Kookaburra tak segan-segan "tertawa". Eh, jangan-jangan ia mentertawakan saya.
Memang, di depan kandang kookaburra tertulis keterangan dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Kira-kira bunyinya begini: "Siapa pun yang telah turun temurun mengenal burung ini pasti familiar dengan kookaburra yang ramah, percaya diri. Kookaburra juga dikenal sebagai burung alarm, burung sarapan pagi, atau sekedar kooka".
Satu jenis burung lagi yang mengesankan saya terkait pengalaman masa lalu adalah burung pelikan. Burung yang datang dari daerah selatan Indonesia ini pada Januari 1979 pernah saya temui di Pantai Namlea, Pulau Buru. Burung ini berkeliaran sangat jinak di pantai, bahkan sampai ke halaman rumah penduduk. Sangat jinak, tak takut manusia.Di Taman Burung Bali ini saya bertemu dengan dua ekor pelikan sedang berjalan-jalan di taman. Sama sekali tak takut manusia. Sayang ukurannya terlihat lebih kecil dibanding pelikan auustralia (P. conspicillatus)yang saya lihat di pesisir Pulau Buru 32 tahun lalu. Pelikan disebutkan hidup di perairan hangat, daerah dingin seperti kutub bahkan Amerika Selatan disebutkan bukan habitatnya,
Taman Burung Bali harus ditingkatkan kualitasnya, jenis-jenis burung harus benar-benar terlihat segar, kandang kosong dihindarkan. Tampilkan secara meriah burung-burung yang dapat dijadikan bintang primadona Taman Burung Bali, misalnya burung jalak bali, sebagai "penduduk" asli Bali, rangkong sumatra, beo dari Nias, merak yang indah bulunya.
Untuk taman reptil, bintangnya - sang Komodo - mesti dibuat lebih atraktif. Harus diusahakan Taman Burung Bali sebaik Taman Burung TMII Jakarta dan jangan kalah dari Taman Burung Singapura, karena spesies burung dan reptil Indonesia pasti beraneka ragam. Apalagi bila ditambah spesies burung dan reptil dari mancanegara.