Intisari-Online.com - Menapaki dok dermaga Marina Batavia yang terletak di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, mata akan disuguhi warna-warna putih. Rencana hari itu adalah berlayar dan ternyata kapal layar yang digunakan sudah siap, berikut juga dengan para awaknya. Perjalanan dimulai.
Meski jenisnya kapal layar, saat mulai meninggalkan dermaga belum ada satu layar pun terkembang. Hanya mesin yang menjadi tumpuan untuk kapal yang diberi nama Candola ini bergerak. “Sebelum keluar dermaga, kita enggak boleh menggunakan layar. Memang ada peraturannya,” ujar Sugi, awak Candola.
Sesaat setelah mencapai titik yang boleh mengembangkan layar, dua orang akan bergerak menuju tiang kapal untuk mengembangkan layar satu per satu. Mainsail yang pertama akan dikembangkan, letaknya berada di tengah kapal.
Sedangkan layar kedua, jib, letaknya bisa berada di sisi depan bagian kiri atau kanan kapal, tergantung arah angin. Salah satu ujung dari layar ini tersambung dengan kerek di dekat kemudi. Maklum, layar ini harus dikendurkan apabila angin terlalu kencang dan, sebaliknya, dikencangkan apabila angin sangat pelan. Semacam pengatur kecepatan.
Proses mengembangkan (juga menurunkannya nanti) ini memang terlihat rumit. Tapi, untuk kapal-kapal layar yang lebih modern, proses ini sudah digantikan mesin. Tinggal pencet tombol, layar naik atau turun dengan sendirinya.
Sesaat setelah layar terkembang semua, mesin dimatikan. Saatnya menikmati perjalanan dengan kapal layar yang sesungguhnya. Kecuali berpapasan dengan kapal bermesin dan suara penumpang, telinga hanya akan mendengar deburan ombak dan suara layar yang diterpa angin. Saatnya menenangkan diri.
Apabila angin bergerak lemah (hanya 3 knot atau 5,4 km/jam), tentu saja perjalanan ini akan memberikan ketenangan. Duduk dipinggir kapal sambil menjulurkan kaki keluar agar sesekali terkena air laut sambil berbincang santai bisa dilakukan. Hal yang sulit diperoleh apabila menaiki kapal mesin. Tapi, ingat terpaan sinar matahari. Jadi, jangan sampai lupa menggunakan tabir surya.
Suasana tenang tersebut tidak akan terjadi apabila angin sedang kencang. Walau toleransi kecepatan angin untuk berlayar dengan Candola hanya 10 knot (terkait ukurannya yang kecil), angin secepat itu mampu membangkitkan sisi petualangan dari perjalanan dengan kapal layar. Angin kencang yang menerpa layar bisa membuat kapal miring, hingga 45 derajat. Saatnya tangan berpegangan.
Kadang kapal terasa akan terbalik. Terutama saat kapal diterpa angin kencang sekaligus menembus ombak yang membuatnya naik turun. Tapi, tenang, Candola dirancang sedemikian rupa agar tidak terbalik. Hal ini disebabkan Candola memiliki keel yang terdapat dibagian bawah kapal. Keel yang bentuknya menyerupai sirip ini memiliki panjang 2 meter. Keberadaan keel ini juga yang membuat Candola digolongkan sebagai keelboat, yaitu segala jenis kapal layar yang memiliki keel. Fungsinya sebagai penstabil.
Pelannya angin tidak selamanya menyenangkan. Apabila terlalu lemah maka kapal akan bergerak sangat pelan. Bahkan kadang seolah-olah tidak bergerak. Nah, saat inilah perjalanan bisa jadi membosankan. Apalagi kalau penumpang sudah kehabisan obrolan atau kegiatan. Mesin yang ada di Candola hanya 11 pk, sangat pelan. Apabila angin sangat kencang, mesin tidak mampu melawan. Jadi, wajar apabila ada anekdot “mati angin, mati gaya.”
Tentang minimnya penggunaan mesin ini juga menjadi keunggulan kapal layar. Maklum, bahan bakar seperti solar harganya masih mahal. Bayangkan saja, biasanya satu kapal bisa menghabiskan bahan bakar sebanyak 300 liter, sedangkan Candola hanya menghabiskan 5 liter untuk jarak yang sama. Singkat kata, kapal layar lebih hemat dibandingkan kapal mesin.