Kapal Layar, Berlibur dengan Angin (02)

Ade Sulaeman

Penulis

Kapal Layar, Berlibur dengan Angin (02)
Kapal Layar, Berlibur dengan Angin (02)

Intisari-Online.com - “Halo, mister, good morning,” tiba-tiba seorang nelayan menyapa sambil melambaikan tangan saat kapalnya berpapasan dengan Candola. Terasa janggal karena tidak ada satu pun orang asing. “Mereka selalu beranggapan orang yang naik kapal layar itu orang dari luar negeri,” ujar Enos, seorang awak kapal Candola.

Menurut Enos, hal ini terasa wajar, apalagi selama ini hanya Candola yang terhitung rutin mengembangkan layarnya setiap pekan. Padahal, sebelumnya kapal-kapal layar masih sering hilir mudik di laut Jakarta. Bahkan sempat berdiri beberapa klub layar yang sering melakukan perlombaan. Lomba yang terakhir dilakukan tahun 2007. Menurut Pak Apang, awak kapal lainnya, saat ini kebanyakan kapal tersebut disegel oleh pihak bea cukai. Tentang alasan detailnya, Pak Apang tidak mengetahui.

Bahkan saat ini, timpal awak kapal lain, Sugi, saat dia bersama rekan-rekannya berlayar dengan perahu cadik Katir Nusantara 2 dari Bangka menuju Makasar, dia lebih sering menemui kapal layar di Indonesia wilayah timur. Rasanya hal ini menjadi jawaban mengapa di Marina Batavia hanya ditemui satu kapal layar, yaitu Candola.

Rasanya tidak seru apabila perjalanan hanya berkeliling di laut saja. Untuk itu, pulau-pulau di Kepulauan Seribu bisa dikunjungi sebagai tujuan berlayar. Pulau terdekat yang biasanya dikunjungi adalah Pulau Onrust, Kelor, dan Bidadari. Apabila angin kencang, hanya dibutuhkan waktu 1,5 jam untuk mencapainya dari Marina Batavia. Sedangkan saat “mati angin”, waktu yang dihabiskan bisa lebih dari 3 jam. Nah, mengenai angin yang kencang, disarankan untuk berlayar antara pukul 10.00 dan pukul 15.00. Antara siang hingga sore hari, angin biasanya bergerak semakin kencang.

Candola tidak dapat bergerak lebih mendekat ke pulau. Maklum, “Keberadaaan keel membuat kapal ini sulit menepi di wilayah yang dangkal,” ujar Sugi. Kalau dipaksakan, alamat kapal terkena karang. Jadi, saatnya perahu karet bermesin yang sedari tadi “mengekor” (karena memang diikatkan ke Candola) bergerak. Perahu yang lebih sering terlihat saat berarung jeram atau banjir melanda Jakarta ini menjadi penghubung penumpang antara Candola dan Pulau Kelor. Tidak lupa rompi pelampung digunakan sebelum menginjakkan kaki di atas perahu. Safety first.

Saat pulang, waktu yang ditempuh menjadi lama. Masalahnya bukan karena sedang “mati angin”, melainkan baling-baling yang tidak dapat berputar. Padahal, Candola sudah berada di titik larangan menggunakan layar. Setelah satu jam terombang-ambing, satu kapal nelayan akhirnya dimintai bantuan untuk menarik Candola ke dermaga. Sesampainya di dermaga, Enos segera menyelam untuk mencari penyebab baling-baling tidak berputar. Ternyata ada tali yang menyangkut di baling-baling.

Ah, lagi-lagi sampah.