Keberagaman yang Harmonis ala Kampung Pekojan

Rusman Nurjaman

Editor

Keberagaman yang Harmonis ala Kampung Pekojan
Keberagaman yang Harmonis ala Kampung Pekojan

Intisari-Online.com - Arbet alias Arab Betawi. Demikian cara warga keturunan Timur Tengah menggambarkan betapa mereka telah membaur dengan lingkungan sekitar. Kedatangan pertama nenek moyang mereka ke Jakarta terhitung sejak lima genarasi ke belakang.

Pemerintah kolonial Belanda mengalokasikan Kampung Pekojan (kini masuk Kecamatan Tambora, Jakarta Barat) sebagai pemukiman etnis Arab dan kaum Moor - termasuk komunitas India muslim. Tak heran jika berjalan kaki di sana Anda akan merasakan atmosfer Timur Tengah yang cukup kental.

Jika bertandang ke sini, kita dapat mengawali langkah dari Langgar Tinggi, masjid yang dibangun tahun 1829. Sejatinya, bila melongok ke sisi yang berseberangan dengan masjid ini, kita akan tercekat menyaksikan deretan rumah tua terlantar. Namun uniknya, bangunan-bangunan itu mampu memberikan pesona. Terdiri atas dua lantai dan kental sentuhan Eropa, namun dibangun oleh pemborong kaya untuk orang-orang Moor kaya.

Hubungan antaretnis juga terlihat lewat kehadiran Vihara Kalyanamita di ujung Jalan Pekojan Raya. Berukuran mungil dan terkesan sederhana, namun tempat ibadah ini dikunjungi banyak pendoa. Titik penutup jalan kaki ini adalah Masjid Jami Kampung Baru di Jalan Bandengan Selatan. Tempat peribadatan ini dibangun para pendatang asal India sekitar 1748 dan berfungsi sebagai mosque of British Indian moslem, sebelum mayoritas kaum Hindustan itu pindah domisili ke kawasan Pasar Baru.

Oya, saat bertandang kampung ini, kita juga bisa mencoba menyantap hidangan khas di sana. Ada nasi kebuli Pekojan dan aneka hidangan Tionghoa di Rumah Makan Tengsin. (National Geographic)