Lorong Masa: Penanganan Macet Jakarta Bak Selimut Kependekan

J.B. Satrio Nugroho

Editor

Lorong Masa: Penanganan Macet Jakarta Bak Selimut Kependekan
Lorong Masa: Penanganan Macet Jakarta Bak Selimut Kependekan

Intisari-Online.com -Kemacetan lalu lintas di Jakarta sudah dianggap “takdir” Jakarta. Seperti yang termuat dalam Majalah Intisari edisi Juni 1992 berikut ini.Pada 1992, PBB mengingatkan Jakarta untuk segera membenahi lalu lintasnya. Kebijakan pun dilakukan, yaitu penerapan Kawasan Pembatasan Penumpang (KPP) atau kini dikenal dengan Kawasan 3 in 1.

“Pak, tolong kepanjangan KPP itu diganti saja dengan “Kawasan Penembakan Pengemudi!” teriak seorang di seberang telepon kepada redaksi sebuah Koran Ibu Kota. Plesetan itu muncul karena kasus penembakan oknum petugas kepada pengemudi yang dianggap melanggar ketentuan KPP. Untung, peluru tidak melukai penumpang.

Pernyataan orang di seberang telepon tadi hanya salah sebuah isyarat betapa muskilnya mengatasi momok kemacetan lalu lintas yang keburu ruwet di Ibu Kota. Pro dan kontra masih terus mewarnai pelaksanaan uji coba kawasan terbatas tersebut.

Salah satu contoh lagi, masalah regulasi yang belum disesuaikan. Berkas tilang pelanggaran KPP konon ditampik pengadilan, gara-gara masih ada kontroversi dasar hukum untuk menindak pelanggar KPP. Menurut pihak pengadilan, SK (surat keputusan) Gubernur tidak memenuhi syarat legalitas untuk menjatuhkan sanksi pada pelanggar.

Kebijakan KPP yang mulai dicobakan pada 20 April 1992 itu memang salah satu upaya Pemda DKI menyiasati kemacetan, khususnya pada ruas-ruas jalan protokol yakni Jl. Sudirman – Jl. Thamrin dan Jl. Gatot Subroto - Jl. S. Parman. Kendaraan pribadi dan kendaraan nonangkutan umum lainnya yang melalui kawasan padat arus lalu lintas pada jam-jam tertentu itu wajib mengangkut penumpang minimal tiga orang termasuk pengemudi. Diberlakukan mulai pukul- 06:30 - 10.00.

Tujuan utama kebijakan KPP ini untuk mengurangi kemacetan di jalur padat (juga disebut-sebut kelancaran lalu lintas ini demi penyelenggaraan KTT Non-Blok bulan September 1992 di Jakarta). Kemacetan di KPP berhasil diatasi. Di kawasan pembatasan penumpang suasanannya mirip Jakarta kala Idul Fitri; lengang. Kendaraan angkutan umum yang melaju di lajur khusus bus di jalur cepat melengang dengan merdeka.

Namun yang terjadi kemudian, menurut pengamatan berbagai media massa di DKI, kemacetan justru mencuat di jalan-jalan sekitar kawasan. Banyak pengendara mobil pribadi agaknya lebih banyak memilih jalur lain daripada harus lewat jalur KPP, yang mereka nilai bikin repot. Mereka pun belum tergiur beralih naik kendaraan umum.

Buntutnya ya itu tadi, di satu tempat kemacetan terkurangi, di tempat lain lahir kemaccetan baru. Ada yang mengibaratkan, penanganan lalu lintas mirip selimut kependekan. Dinaikkan kaki kedinginan, diturunkan kepala kedinginan. Waduh!