Dalam rangka mengenang dr. Mun'im Idries, Intisari menyajikan kembali artikel tentang beliau yang dimuat di edisi April 1994 dengan judul asli "Visum, Barang Bukti yang Tak Umum".Intisari-Online.com - Karena kode etik "membuka" itulah, maka dalam melakukan tugas, dokter forensik juga tidak diperkenankan memakai penutup mulut dan hidung. Soalnya, apabila kasus yang diteliti masuk dalam kasus keracunan, dokter tersebut harus bisamencium bau racun langsung dari korban. Pendeteksian yang sama juga dilakukan pada korban yang sudah dikubur dan harus digali kembali untuk mencari sebab kematian.Autopsi sering pula dilakukan langsung di kuburan, sehingga tak terbayangkan betapa dokter forensik harus tahan terhadap pemandangan dan bau busuk mayat sampai tingkat kapan pun. Bicara soal autppsi, tentu tak lepas dari pertanyaan salahkah kita jika melakukannya. "Bedah mayat itu hukumnya mubah. Boleh dilakukan dalam keadaan darurat, apalagi demi menegakkan kebenaran," jelas Mun'im Idries, sambil merujuk pada fatwa Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara No. 4/1955, yang masih berlaku sampai sekarang.Landasan sudah ada, pembedahan harus dilakukan demi tegaknya hukum. Apalagi kegiatan bidang forensik tak boleh ditunda terlalu lama. Tak ada saat untuk menunggu, hari kerja atau hari libur sama saja. Bukankah tak seorang pun tahu saat maut menjemput?(Habis)