Intisari-Online.com -Untuk pertama kalinya, para ilmuan melengkapi macan tutul salju yang ada di Nepal dengan kerah Global Positioning System(GPS). World Wildlife Fund (WWF) mengumumkan, penempelan kerah berteknologi ini bertujuan untuk mempelajari lebih lanjut tentang ekologi dan perilaku spesies. Untuk jangka panjangnya, upaya ini bertujuan untuk melindungi hewan langka dari ancaman punah.
Macan tutul yang “beruntung” tersebut sukses ditangkap di sebelah timur Nepal’s Kangchenjunga Conservation Area pada 25 November 2013 lalu. Macan tutul yang kira-kira berumur 5 tahun itu lantas diberi nama “Ghanjenzunga” yang merupakan dewa kepercayaan masyarakat lokal. Beratnya 40 kilogram, panjangnya 6,3 meter termasuk ekor.
Setelah dibius, leopard salju itu lantas dilengkapi dengan GPS Plus Globalstar sebelum akhirnya dilepas kembali ke alam bebas. Ghanjenzunga rencananya akan memakai kerah ini sampai akhir tahun 2015. Teknologi satelit akan membantu para ilmuan untuk melacak habitat yang menjadi kesukaannya serta jalur-jalur yang sering dilaluinya.
“Macan tutul termasuk jenis binatang yang sangat sulit dipahami termasuk juga mendeteksi medan yang mereka jelajahi. Dan ini akan menjadi tantangan bagi kami,” ujar Narenda Man Babu Pradhan, koordinator pengembangan, penelitian, dan monitoring WWF Nepal.
“Secara umum, penelitian terakhir pada macan tutul salju hanya terbatas pada wilayah yang bisa diakses oleh manusia umum dengan bebas. Teknologi ini akan membantu menggali informasi lebih penting terkait ekologi dan perilaku macan tutul salju secara lebih luas,” tambah Babu Pradhan.
Pemakaian kerah GPS menjadi yang pertama di Nepal dan kedua di Dunia. Pemakaian pertama dikenakan kepada dua macan tutun salju di Afganistan pada 2012. Sebelumnya, pelacakan habitat macan tutul salju hanya menggunakan kerah radio VHF yang pertama kali dipakai pada 1980-an awal.
Dalam data yang dihimpun oleh The International Union for Conservation of Nature (IUCN), macan tutul salju termasuk kategoru binatang yang terancam punah. Habitatnya diprediksi terus menurun, saat ini jumlahnya di alam liar berkisar antara 4.080 sampai 6.590 ekor. (Live Science)