Intisari-Online.com - Sejak era Toba hingga Krakatau dan Tambora, gunung-gunung Indonesia selalu memberi kejutan pada dunia.
Letusan mahadahsyat kerap berasal dari gunung Indonesia sementara dari sisi perilaku, gunung Indonesia baru-baru ini juga memberi kejutan pada dunia.
Dari banyak aktivitas gunung berapi di Indonesia, ada tiga gunung yang memberi kejutan. Gunung Sinabung di Sumatera Utara serta Merapi yang masuk kawasan Yogyakarta dan Jawa Tengah memberi kejutan akan perilakunya.
Sementara, gunung lain adalah Samalas, ibu dari Gunung Barujari di Nusa Tenggara Barat serta biang terbentuknya Danau Segara Anak, yang ternyata menyebabkan letusan dahsyat pada tahun 1257 dan diduga terkait dengan bencana di Eropa pada sekitar tahun tersebut.
Sinabung
Tahun 2013, gunung Sinabung kembali memberi kejutan pada dunia. Berkali-kali, Sinabung meletus dan mengakibatkan hujan abu.
Salah satu letusan dahsyat Sinabung terjadi pada 25 November 2013. Dalam waktu 2 jam saja, Sinabung bererupsi tiga kali dengan ketinggian embusan asap mencapai 2 kilometer. Sementara, hujan abu terjadi hingga radius 7 km.
Aktivitas Sinabung tahun ini mendapat perhatian dari dunia, diberitakan oleh beragam media internasional. Sinabung dikatakan "bangun" setelah tidur ratusan tahun.
Sebelumnya, Sinabung dikategorikan sebagai gunung tipe B, gunung yang tidak punya karakteristik letusan magmatik. Gunung yang juga tergolong dalam tipe ini antara lain Gunung Merbabu, gunung yang bertetangga dengan Merapi.
Karena letusan dahsyat tahun 2010, Sinabung kemudian dikategorikan sebagai gunung tipe A, punya sejarah letusan setidaknya dalam 1.600 tahun terakhir.
Status Sinabung terus disesuaikan sejak letusan pada September 2013. Pada 15 September, letusan Sinabung dinaikkan dari Waspada ke Siaga.
Sempat diturunkan kembali menjadi Waspada pada 29 September, pada akhir November status Sinabung dinyatakan Awas.
Merapi
Merapi juga memberi kejutan pada 18 November 2013 karena erupsi freatiknya yang menyemburkan asap hingga ketinggian 2.000 meter.
Letusan freatik ini dikatakan fenomena baru bagi Merapi. Sejarah mencatat bahwa fenomena letusan freatik ini baru terjadi sejak erupsi salah satu gunung paling aktif di dunia itu pada tahun 2010.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Subandriyo, mengatakan bahwa letusan freatik terkait tingginya kandungan gas.
Letusan eksplosif tahun 2010 yang di luar kebiasaan Merapi bisa terjadi karena tingginya kandungan gas. Pasca letusan, kemungkinan kandungan gas masih tinggi sehingga memunculkan erupsi freaktik.
Samalas
Tak ada aktivitas Samalas tahun ini sebab gunung ini sebenarnya sudah "rubuh". Kini, yang ada adalah anaknya, yakni Gunung Barujari.
Samalas memberi kejutan karena hasil riset tim vulkanolog Indonesia dan asing yang menyatakan bahwa gunung yang berada di kompleks Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, ini diduga pernah meletus dahsyat pada tahun 1257.
Tim vulkanolog meneliti jejak rempah vulkanik yang terdapat di lapisan es kutub utara untuk mengonfirmasi letusan dahsyat Samalas.
Dari hasil studi, diungkap bahwa letusan Samalas bertanggung jawab pada kejadian kelaparan dan kematian massal di Eropa setahun setelah letusan. Ditemukannya ribuan kerangka manusia di London yang dipastikan berasal dari tahun 1258 kemungkinan berkaitan erat dengan dampak global dari letusan Gunung Samalas pada tahun 1257.
Tulisan dalam Babad Lombok menggambarkan kedahsyatan letusan Samalas. Namun, letusan sebenarnya jauh lebih dahsyat dari apa yang digambarkan dalam tulisan tersebut.
Letusan Merapi pada tahun 2010 masuk dalam skala 4. Sementara, letusan Samalas ratusan tahun lalu mencapai skala 7, kekuatannya 1.000 kali lebih besar dari letusan Merapi.
Jika letusan Samalas terjadi saat ini, kerugiannya tak terkira. Letusan Merapi saja sudah membuat 1.000 orang mengungsi. Bila Samalas meletus lagi, semua penerbangan lumpuh, tidak beroperasi.
Dari kejutan yang diberikan gunung-gunung Indonesia, satu pelajaran yang bisa dipetik adalah kewaspadaan. Indonesia berada di wilayah yang secara geologi dan vulkanologi sangat aktif. Perubahan perilaku Merapi dan Sinabung, misalnya, mesti mendapatkan perhatian dan mengubah cara pandang dalam melihat keduanya.
(Yunanto Wiji Utomo / Kompas.com)