Intisari-Online.com -Awan panas atau yang kerap disebut sebagai "wedhus gembel" yang diluncurkan oleh Gunung Sinabung belum ada apa-apanya jika dibanding dengan wedhus gembel Merapi. Pakar vulkanologi dan mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono, mengatakan, jika "wedhus gembel" Sinabung radiusnya 5 km, maka Merapi bisa menghadirkan 15 km.
Sosok yang kerap disapa Mbah Rono ini mengungkapkan, yang menjadi perbedaan antara keduanya adalah karakteristik keduanya yang memang berbeda. Kandungan keduanya juga berbeda; awan panas di Merapi menyertakan batu-batu besar, sementara Sinabung banyak debu.
Sinabung kembali erupsi pada Sabtu (01/02) dengan disertai awan panas yang hingga Senin tercata menewaskan 15 orang. Perihal awan panas Sinabung, sejatinya ini bukan kali pertama. Tercatat gunung yang tidur sejak 1600 itu mengeluarkan awan panas pada 6 Januari, 7 Januari, 11 Januari.
Berbeda dengan luncuran-luncuran sebelumnya, awan panas yang muncul hari Sabtu itu lebih banyak disorot publik, karena adanya korban tewas. "Ini menjadi pemberitaan karena ada yang tewas. Sinabung dari dulu keluar awan panas. Wajar suatu gunung api mengeluarkan awan panas," kata Surono.
Tetap tak bisa dianggap enteng
Meski radiusnya jauh lebih rendah, awan panas Sinabung tak kemudian bisa diremehkan. Suhu awan panas bisa mencapai 700 derajat celsius dan akan menghanguskan apa pun yang dilewatinya. Kecepatan awan panas bisa mencapai 100 km/jam, sangat sulit bagi manusia untuk melarikan diri dari kejarannya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, dalam kasus Sinabung, manusia hanya punya waktu 2 menit untuk menyelamatkan diri dari awan panas. Surono mengatakan, adanya korban tewas akibat luncuran awan panas Sinabung memberikan pelajaran penting tentang penyesuaian diri dengan perubahan.
Surono mengungkapkan, Sinabung mulai aktif lagi tahun 2010 setelah tidur panjang dari tahun 1600. Perubahan Sinabung harus direspons. "Kita harus beradaptasi dengan alam. Bukan alam yang kita paksa untuk menuruti kehendak kita," ungkapnya.
Awan panas muncul dari sebuah gunung karena adanya tekanan tinggi di dalam perut gunung yang disertai dengan suplai magma. Awan panas biasa muncul setelah adanya kubah lava. Material dari dalam gunung mulai debu hingga batu bercampur dengan air dan gas. Dari jauh, awan panas tampak seperti domba yang berarak. Karena itulah, di Merapi, awan panas disebut wedhus gembel. (kompas.com)