Intisari-Online.com - Selama ini, birokrasi Jakarta terkenal dengan sebutan “mandor kawat” alias kerja kendor nongkrongnya kuat. Kondisi ini tentu saja membuat kepercayaan publik terhadap pemerintahan daerah tak ada.
Tapi sepertinya semua itu akan berakhir, saat Jokowi dan Ahok ditahbiskan sebagai orang nomor satu di Jakarta.
(Baca juga: Jokowi Resmi Jadi Capres)
Dalam buku Jakarta: Sejarah 400 Tahun, Susan Blackburn menulis, kado terindah Jakarta pascalengsernya Sukarno adalah Ali Sadikin.
Meski kerap dianggap kontroversial, tapi Bang Ali—sapaan akrabnya—dianggap sebagai orang yang berhasil mengubah wajah Jakarta menjadi kota yang bisa dinikmati oleh segenap warganya. Tidak sebagian saja.
Pasca Bang Ali lengser, praktis tidak ada lagi pemimpin Jakarta yang bertipikal penggagas dan beridealisme tinggi. Semuanya digerakkan oleh oligarki uang yang kadung mengakar. Jakarta tidak lagi bisa dinikmati sebagian besarnya warganya, tapi hanya para aristokrat uang saja yang bisa. Ironis.
(Baca juga: Lewat Bazi, Memprediksi Peluang Jokowi Jadi Presiden)
Harapan itu kembali muncul setelah era Jokowi. Dengan rapornya saat memimpin Solo, Jokowi diharapkan bisa membawa Jakarta yang ramah terhadap warganya. Membawa Jakarta sebagai kota yang bisa dinikmati oleh segenap warganya.
Satu kelebihan yang menjadi modal utama Jokowi adalah bisa menjadi penyambung aspirasi warga Jakarta dengan birokrasi. Jokowi juga mempunyai cara komunikasi yang unik yang membedakannya dengan pemimpin-pemimpin Jakarta sebelumnya.