Sejarah Buku, Penghancurannya Setua Keberadaannya

Moh Habib Asyhad

Editor

Sejarah Buku, Penghancurannya Setua Keberadaannya
Sejarah Buku, Penghancurannya Setua Keberadaannya

Intisari-Online.com -Buku diperkirakan pertama kali muncul sekitar 5.300 tahun yang lalu di wilayah kering di Sumeria. Dulu Mesopotamia dan sekarang Irak bagian selatan. Letak persisnya di antara bantaran sungai Efrat dan Tigris. Meski demikian, buku menghilang secepat ia mengada. Siapa sangka, sejarah buku, penghancurannya/menghilangnya setua kemunculannya.

Kemunkinan, disebabkan oleh bahan materialnya yang kurang bagus yaitu tanah liat, sebab lain karena bencana alam atau bahkan ulah tangan manusia.

Meski demikian, tidak ada yang tahu persis berapa jumlah buku yang hancur tersebut. Jika mengacu pada pemaparan Fernando Baez dalam bukunya Penghancuran Buku dari Masa ke Masa, angka 100.000 bisa masuk akal mengingat banyaknya perang yang terjadi di kurun tersebut.

Perkiraan itu semakin diperkuat dengan temuan arkeologi pada 1924 yang mengungkap keberadaan buku-buku tertua yang bertahan hingga kini. Pada pengerukan tingkat empat di Kuil Eanna—dewi yang ditakuti—di kota Uruk, menghasilkan temuan berupa lempengan-lempengan tanah liat yang dibakar, yang sebagian masih utuh, sebagian lagi retak, pecah atau hangus.

Tablet-tablet itu diperkirakan berasal dari 4100-3300 SM. Di sinilah kemudian muncul paradoks; penemuan buku-buku yang paling pertama juga menandakan penghancurannya yang paling awal.

Tidak hanya sejarah buku mula-mula, temuan arkeologis itu sekaligus menjelaskan, bahwa penghancuran buku yang pertama kali bukan karena bencana alam, melainkan sebuah faktor kesengajaan. Perang antara negara-negara kota selalu berujung pada pembakaran. Tidak hanya gedung-gedung, tapi juga perpustakaan yang di dalamnya terdapat bertablet-tablet buku yang dipasang dalam rak.

“Atas perintah Enlil—Dewa Angin yang dipercaya bangsa Sumeria—untuk membumihanguskan seisi negeri dan kota...dia telah menetapkan nasib itu agar kebudayaan mereka dimusnahkan,” bunyi salah satu kalimat dalam Himne kepada Ishbierra.(Baca juga: 3000 Buku Ludes Terbakar di Universitas Indonesia)

Tersirat, penghancuran buku-cuku juga sebagai upaya untuk menghancurkan peradaban serta kebudaayaan sebuah negara atau kota. Sungguh suram nasib sejarah buku.