Intisari-Online.com -Seorang arsitek kondang Amerika Serikat, Geoffrey Lynch, mengabadikan hunian-hunian mewah di Manhattan, New York, AS, dalam sebuah buku berjudul Manhattan Classic: New York’s Finest Prewar Apartments. Buku itu dengan detail mendedah keindahan interior kalangan “minoritas” di Manhattan ini. rata-rata rumah-rumah mewah tersebut dibangun sebelum Perang Dunia.
Untuk melengkapi proses pembuatan buku tersebut, Lynch mengelilingi 80 hunian yang tidak hanya mewah, namun juga dibangun oleh arsitek terkenal di zaman keemasan arsitektur New York. Tepatnya, mulai akhir abad ke-19, hingga paruh pertama abad ke-20. Menurut Lynch, ada hal istimewa di balik bangunan apartemen sebelum Perang Dunia.
Rumah-rumah yang dibangun pra Perang Dunia rata-rata dibangun dalam waktu dan tipe yang hampir bersamaan, kurang lebih pada 1870. “Tipe bangunan serupa terus menjamur hingga 60 tahun setelahnya. Hal ini sejalan dengan ledakan jumlah penduduk. Pada 1850, penduduk New York yang tercatat hanya sekitar 500.000 orang. Pada 1910, jumlah tersebut membengkak hingga mencapai hampir lima juta orang,” ujar Lynch.
Dalam pengantar buku tersebut, Lynch menulis, setiap lingkungan tampaknya menggandakan hingga tiga kali ketinggian bangunannya. Satu deret townhouse empat lantai dirubuhkan untuk membangun apartemen setinggi 15 lantai.
Lynch juga tidak lupa berterimakasih kepada para arsitek yang telah menciptakan mahakarya terbaiknya. Beberapa di antaranya adalah Rosario Candela, Bing & Bing, dan Schwartz & Gross, yang rata-rata belajar mendesain rumah secara otodidak.
Candela gemar mendesain interior dengan area terbuka di tengah-tengah ruangan, Bing & Bing dengan sentuhan Art Deco-nya, serta Schwartz & Gross dengan sentuhan hangat bata ekspos. Merekalah para kreator, penggila detil, yang mewujudkan kehadiran mansion-mansion atau rumah besar di angkasa.
Berhenti ketika masa Depresi Besar
Para desainer juga belajar langsung di lapangan ketika magang. Selanjutnya, para desainer ini membangun dengan serius berbagai hunian istimewa. Hunian tersebut lengkap dengan lantai kayu, dinding hias, dan kenop kuningan untuk meyakinkan penduduk New York keluar dari rumahnya dan tinggal di apartemen mewah.
Tapi sial, semuanya terhenti ketika masa Depresi Besar tiba di Amerika Serikat. Bank tidak lagi menyediakan pinjaman bagi pengembang, dan pembangunan apartemen dihentikan. Otomatis, usailah sudah masa pembangunan gedung-gedung dan rumah-rumah mewah sebelum Perang Dunia.
Depresi Besar sudah berakhir, kini siapa pun bisa kembali menyaksikan pria-pria berseragam atau doorman di pintu depan apartemen mewah New York. Lobi-lobi berpenerang chandelier dengan pendar temaram yang dipantulkan lantai marmer, serta hunian-hunian luas di angkasa pun hadir kembali.
"Kebanyakan apartemen di buku ini harganya antara dua juta dollar AS hingga 60 juta dollar AS," ujar Lynch. (Kompas.com)