Memupuk Minat Baca Anak (5): Komik Sebagai "Pintu Masuk"

Birgitta Ajeng

Penulis

Memupuk Minat Baca Anak (5): Komik Sebagai
Memupuk Minat Baca Anak (5): Komik Sebagai

Intisari-Online.com -Bacaan bergambar berupa komik sering dianggap sebagai bacaan yang perlu dihindari. Padahal menurut Henny Supolo Sitepu, pengurus Yayasan Anakku dan penyelenggara Sekolah Al Izhar, komik adalah salah satu bentuk bacaan yang bisa menjadi salah satu "pintu masuk" untuk kesenangan anak membaca.Pesan yang disampaikannya mudah dicerna anak. Komik, semisal Tintin, dari gambar tokohnya sudah bisa "berbicara" dan bikin tertawa. Bahkan anak belum bisa baca-tulis pun akan menangkap ceritanya.Tapi orangtua harus tahu persis pesan atau nilai-nilai yang disampaikan komik itu. Juga perlu menyediakan waktu untuk membicarakan semua teks secara detail dengan anak. Cara ini bukan saja merangsang minat anak, tapi memperkaya dan mengembangkan pengetahuan anak, sekaligus membantu orangtua lebih mengenali potensi anak.Orangtua sebaiknya memperkenalkan pada anak beragam jenis bacaan. Sehingga komik bukan menjadi satu-satunya bacaan yang tersedia di rumah. Kalau cuma komik yang dilihat dan dibaca oleh anak, dengan sendirinya anak sulit menyukai bentuk bacaan lain.Tapi kalau komik hanya salah satu koleksi bacaan yang diberikan, kenapa tidak?Kadang-kadang ada nilai tertentu yang lebih mudah ditangkap lewat gambar. Bahkan, filosofi berat pun akan lebih mudah ditangkap anak melalui gambar. Contoh, simbol Yin - Yang. Anak berusia 9 tahun lebih bisa menangkap konsep melalui simbol ketimbang lewat tulisan.Karena komik dianggap sebagai media ampuh untuk menyampaikan nilai-nilai, orangtua perlu selektif. Komik menceritakan kekerasan atau kesadisan, komik dengan bahasa yang tidak ingin dikenalkan pada anak, menurut Henny, justru bisa merugikan.Walau adakalanya orangtua secara sadar memberikan komik semacam itu karena ia ingin berkomunikasi dengan anak melalui gambar yang tidak dikehendaki."Aku ngeri sekali melihat gambar ini, kamu bagaimana?" tanya ibu kepada anaknya."Aku juga ngeri," jawab si anak."Kalau begitu komik seperti ini belum cocok buat kita, ya?" lanjut si ibu.Apa pun alasannya, kekerasan tidak perlu diajarkan pada anak."Jadi, komik yang cuma mengajarkan tindakan sadis, ya tidak perlu diperkenalkan pada anak," saran Henny.Orangtua bisa memilihkan bacaan, terutama ketika anak masih sangat muda. Berdasarkan pengalaman pribadi, Henny mengatakan, "keran"-nya (kebebasan memilih) mulai dibuka ketika anak berusia 10-11 tahun.Pada saat itu Henny yakin bahwa anak-anak cuma terbuka untuk mempertanyakan hal-hal yang tidak mereka mengerti pada bacaan mereka."Jadi, orangtua tak perlu membatasi atau menjadi polisi terhadap anak. Sebetulnya yang penting orangtua tahu pasti bahwa anaknya berani bertanya dan terbuka pada mereka. Saat itulah keran sudah bisa dibuka. Tapi kalau orangtua tidak tahu kapan anaknya mulai terbuka, ya, agak sulit untuk memberi kebebasan sama sekali."Yang pasti, "Setiap orangtua mempunyai prioritas dan mengenali kebutuhan anak mereka. Orangtua juga harus selalu siap menjawab pertanyaan anak yang tidak mengerti apa yang dilihat atau dibacanya."(Selesai)--Tulisan ini dimuat di Buku Kumpulan Artikel Psikologi Anak oleh PT Intisari Mediatama, Cetakan I, April 1999.Judul Asli tulisan ini adalah "Memupuk Minat Baca Anak".