Intisari-Online.com - Meski hati hancur berkeping-keping, ingat bahwa hidup tak akan berakhir meski Anda dikhianati.
Perselingkuhan yang dilakukan pasangan memang bukan hal yang mudah dilupakan. Perasaan terluka, kecewa, hingga sulit untuk memberikan kepercayaan pada pasangan tak mungkin tak terjadi.
Ibarat gelas yang terbelah dua, saat disatukan kembali oleh lem pun tetap akan terlihat bekas sambungannya, apalagi hubungan dua manusia yang awalnya berlandaskan cinta dan saling percaya? Kepercayaan yang sudah dipupuk, pasti sangat sulit untuk dibangun kembali.
“Anda perlu waktu untuk kembali ‘normal’ dan percaya lagi pada pasangan. Waktu yang dibutuhkan pun bukan dalam hitungan sebentar,” tutur Jovita Maria Ferliana, M.Psi, psikolog dari RS Royal Taruma Jakarta Barat.
Faktor Pemicu
Perselingkuhan, ujar Jovita, biasanya dipacu oleh berbagai permasalahan yang terjadi selama menjalani hubungan suami istri.
“Misalnya ada yang merasa kurang perhatian atau komunikasi yang tidak berjalan baik, sehingga memicu pasangan mencari orang lain,” ujar psikolog yang juga praktik di Little Shine Pre-School & Day Care Apartment Mediterania Garden 2 ini.
Meski tak dibenarkan, faktanya beberapa masalah dalam rumah tangga memang bisa menjadi penyebab terjadinya perselingkuhan. Contoh lainnya, bila salah satu pasangan merasa memiliki kehidupan seksual yang tidak menyenangkan dalam rumah tangganya.
“Akibatnya, ia melakukan pelarian emosional dari pasangannya. Ada rasa keingintahuan atau penasaran seperti apa seks dengan orang lain yang bukan pasangannya,” beber Jovita.
Tak hanya masalah seks, kemarahan atau permusuhan yang terpendam dengan pasangan pun lambat-laun membuat dorongan ego semakin tinggi.
“Apalagi jika ada ketidakmampuan membentuk komitmen yang dalam. Saat terjadi masalah dalam pernikahan atau pribadi, pasangan berusaha menghindar,” kata Jovita yang menyarankan antara pasangan harus saling membangun kejujuran.
Jika kasus ini terjadi pada Anda, ada baiknya saling melakukan refleksi diri mengapa pasangan bisa selingkuh. “Komunikasikan dengan pasangan, saling meminta maaf, menerima, dan menjalani komitmen yang baru dalam hal keterbukaan dan kesetiaan.” (Noverita K. Waldan/tabloidnova.com)