Intisari-Online.com -Pernahkah kita bertanya, kenapa gaun pengantin perempuan selalu berwarna putih? Apakah karena putih melambangkan kesucian? Lalu bagaimana dengan warna-warna lainnya, jingga atau merah, misalnya?
Untuk menjawab ini, sebaiknya kita mundur jauh ke belakang. Ke masa ketika Ratu Victoria menikah dengan sepupunya, Albert dari Saxe-Coburg, pada 1840. Oleh banyak kalangan, pernikahan ini dianggap sebagai standar pernikahan saat ini.(Baca juga: Alasan banyak calon pengantin memilih pernikahan yang sederhana dan intim)
Saat itu, Ratu Victoria baru berusia 20 tahun. Sebagai Ratu Inggris ia dikenal sebagai sosok yang mandiri dan berani menentukan banyak hal sendiri. Ketika menikah, Ratu Victoria memakai gaun dengan warna berbeda dari kebanyakan bangsawan pada masanya. Ia memakai gaun berwarna putih.
Kabar pernikahan ini kemudian tersiar ke mana-mana dan menjadi tren sampai kini. Pernikahan anggota kerajaan Inggris lainnya, seperti pernikahan putri Victoria dan anak tirinya, Alexandra dari Denmark, juga mengikuti cara menikah Ratu Victoria. Setelah itu, gaun putih seolah menjadi “wajib” ada di setiap pernikahan.(Baca juga: Seniman Beijing membuat gaun pengantin dari masker penutup mulut)
Naiknya jumlah kelas menengah di Inggris pada abad 19 juga ikut berkontribusi pada popularitas gaun pengantin berwarna putih. Kelas menengah ini berusaha meniru gaya kelas atas, dalam hal ini adalah keluarga kerajaan.
Tapi mengapa warna putih menjadi sinonim dengan kesucian dan keperawanan? Pada abad 16, Ratu Elizabeth I juga mempopulerkan warna putih dan ia menyukainya. Ia terkenal sebagai seorang Ratu Perawan sehingga putih identik dengan perawan.
Kombinasi antara keanggunan bangsawan dan simbol keperawanan membuat warna putih menjadi warna “wajib” gaun pengantin perempuan dalam tradisi pernikahan Barat. (M. Takdir)