Intisari-Online.com – Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Kondisi keuangan keluarganya morat-marit. Saat menyusuri jalanan sepi, kakinya terantuk sesuatu. Ia membungkuk dan menggerutu kecewa. “Uh, hanya sebuah koin kuno yg sudah penyok.” Meski demikian, ia membawa koin itu ke bank. “Sebaiknya koin ini dibawa ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itu membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, koinnya dihargai 30 dollar. Lelaki itu sangat senang. Saat lewat toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu obral. Dia pun membeli kayu seharga 30 dollar untuk membuat rak bagi istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang. Di tengah perjalanan dia melewati bengkel pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu bermutu yang dipanggul lelaki itu. Dia menawarkan lemari seharga 100 dollar untuk menukar kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu. Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu dan menawarnya 200 dollar. Lelaki itu ragu-ragu. Si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju dan mengembalikan gerobaknya. Saat sampai di pintu desa, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Tiba-tiba seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur. Istrinya kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya bertanya, “Apa yg terjadi? Engkau baik-baik saja kan? Apa yg diambil oleh perampok tadi?” Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”. Bila kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan? Sebaliknya, sepatutnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika datang dan pergi kita tidak membawa apa-apa. (BMSPS)