Intisari-Online.com – Pada suatu hari seorang ibu berniat meminjam uang dari anaknya yang telah mapan, dengan suara direndahkan sayup-sayup disertai rasa malu ia berkata, "Nak, boleh ibu pinjam uangnya dulu Rp2.500.000? Ibu ada perlu. Nanti bulan depan, setelah menerima uang pensiun bapakmu, ibu bayar kembali.” Anaknya tidak langsung menjawab, dengan raut muka datar ia berkata, "Iya Ma, nanti saya tanyakan istri saya dulu,” seakan berat untuk mengiyakan. Ketika sang anak akan beranjak pergi ia melihat dus susu anaknya dan masih ada label harga Rp50.000. Kemudian ia merenung. Jika 1 dus habis 1 hari x 30 hari x 2 tahun = 36 juta. Ia berpikir, susu paling baik untuk anak adalah ASI, harganya tak terhingga, super steril, diberikan dengan penuh kasih sayang dan jika didapat oleh seorang anak selama 2 tahun berapa yang harus ia bayar? Bisakah terbayar? Belum lagi pertaruhan antara hidup dan mati, saat harus melahirkan. Kemudian ia berbalik dan menatap wajah ibunya yang teduh. Ibu, dirimu telah memberikan semua kasih sayang, harta dan semuanya tanpa pamrih, Gratis! Maafkan anak durhaka ini yang tidak tahu balas budi dan aku tahu aku tak mampu membalas kebaikanmu.
Segera ia mendatangi ibunya dan memeluknya, mengecup keningnya dan memberikan uang Rp5 juta di dompetnya dan berkata, "Ma, jangan berkata pinjam lagi ya, hartaku adalah milikmu, doakan anakmu ini agar selalu berbakti padamu.”
Sambil berkaca-kaca ada air bening di pelupuk mata ibu ia berkata, "Nak, di setiap keadaan mama selalu berdoa.” Mungkin di antara pembaca, sebagian besar telah ditinggalkan sang ibu, ke alam kekal. Belum sempat berbuat sesuatu bagi sang ibu. Akan tetapi bagi yang masih diberi kesempatan untuk berbakti kepadanya. Berbuatlah sesuatu, sebab kesempatan itu tidak akan terulang. (YDA)