Intisari-Online.com – Seekor gajah datang ke tepi aliran air yang mengalir jernih. Karena kehausan, gajah membungkuk, menjatuhkan belalainya ke dalam air dingin dan …. Plung!
“Apa? Apa yang terjadi?” teriak gajah. “Aku tidak bisa melihat! Mataku… jatuh di air! Oh… tidakkk!” Gajah menangis panik, “Aku kehilangan mataku!”
Kenyataannya, mata kanan gajah telah hilang dari lubang matanya dan jatuh ke sungai. Gajah panik mencari matanya, meraba-raba dengan belalainya di sepanjang bagian bawah sungai. Semakin ia meraba-raba, air semakin keruh. Itu makin membuatnya panik, dan ia mulai memutarkan belalainya hingga pasir di bawah air semakin menaik dan membuat keruh sungai. Ia semakin tidak bisa melihat apa-apa.
Kemudian gajah mendengar suara tertawa. Dengan marah, ia memandang sekeliling untuk melihat siapa yang tertawa, dan melihat katak hijau kecil duduk di batang kayu, tertawa dan tertawa.
“Kau pikir ini lucu?” teriak gajah. “Aku kehilangan mata dan malahan membuatmu tertawa?”
“Yang lucu adalah melihat bagaimana kau marah. Tenanglah dan semuanya akan baik-baik saja,” jawab katak.
Gajah merasa sedikit malu dan menuruti nasihat katak. Ia berhenti menggerakkan belalainya di sekitar air, dan segera air tenang hingga menjadi jelaslah dasar sungai itu. Dan di bawah sungai sana terlihat sebelah matanya. Ia meraih dengan belalainya dan memasukkannya kembali ke dalam lubang matanya. Ia kemudian mengucapkan terima kasih kepada katak.
Perumpamaan sederhana ini mengandung kebijaksanaan yang besar. Tidak ada yang lucu tentang kehilangan mata, kepanikan mendadak, mengaduk-aduk di air keruh, putus asa, itulah yang terjadi pada kita ketika kita kehilangan kendali dan panik. Tergesa-gesa terkadang membuat kita buta.
Kita menjadi sementara tidak mampu melihat dunia di sekitar kita secara objektif dan rasional. Tapi ada penangkal panik, yaitu menunggu. Tunggulah sampai situasi menjadi jelas dan awan hitam menghilang.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR