Belajar dari Burung dan Cacing

K. Tatik Wardayati

Editor

Belajar dari Burung dan Cacing
Belajar dari Burung dan Cacing

Intisari-Online.com – Bila kita sedang mengalami kesulitan hidup karena himpitan kebutuhan materi, mari cobalah kita ingat pada burung dan cacing.

Setiap pagi burung keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Tidak terbayang sebelumnya ke mana dan di mana ia harus mencari makanan yang diperlukan. Karena itu kadang kala baru sore hari ia pulang dengan perut kenyang dan bisa membawa makanan untuk keluarganya. Meski terkadang makanan yang dibawanya itu tidak cukup untuk keluarganya, akhirnya burung itu pun harus “berpuasa”. Sering kali pula ia pulang tanpa membawa apa-apa untuk keluarganya, sehingga ia dan keluarganya pun harus “berpuasa”.

Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena tidak punya “kantor” yang tetap, apalagi kalau lahannya banyak yang diserobot manusia, kita tidak pernah melihat ada burung yang berusaha untuk bunuh diri.

Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik membenturkan kepalanya ke batu cadas. Kita juga tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke sungai. Kita tidak pernah melihat ada burung yang memilih minum racun untuk mengakhiri penderitaannya. Kita lihat burung tetap optimis akan makanan yang dijanjikan Tuhan.

Kita lihat, meskipun kelaparan, setiap pagi burung tetap berkicau dengan merdunya. Tampaknya burung itu menyadari benar bahwa demikianlah hidup. Pada suatu waktu berada di atas dan di lain waktu terhempas ke bawah. Pada suatu waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Pada suatu waktu kekenyangan dan di lain waktu kelaparan.

Mari kita lihat hewan yang lebih lemah dari burung, yaitu cacing. Bila kita perhatikan, binatang ini seolah-olah tidak memiliki sarana yang layak untuk bertahan hidup. Ia tidak mempunyai kaki, tangan, tanduk, atau bahkan mungkin ia juga tidak mempunyai mata dan telinga. Tapi ia juga makhluk hidup, sama dengan makhluk hidup lainnya, ia mempunyai perut yang apabila tidak diisi maka akan mati.

Tapi kita lihat, dengan segala keterbatasannya, cacing tidak pernah putus asa dan frustasi dalam mencari makan. Kita tidak pernah melihat cacing yang membentur-benturkan kepalanya ke batu. Kita tidak pernah melihat cacing bunuh diri karena putus asa.

Sekarang, kita lihat manusia. Bila dibandingkan dengan burung dan cacing, maka sarana yang dimiliki manusia untuk mencari nafkah jauh lebih canggih.

Tetapi mengapa manusia yang dibekali banyak kelebihan ini sering kali justru lebih kalah daripada burung atau cacing? Mengapa manusia banyak yang putus asa lalu bunuh diri bila menghadapi kesulitan?

Rasanya kita perlu belajar banyak dari burung dan cacing. (BMSPS)