Intisari-Online.com – John Wooden, pelatih basket di salah satu SMA di AS, pernah membuat aturan yang sekilas “tidak penting”. Setiap kali seorang pemain berhasil mencetak skor, ia harus memberikan tanda apresiasi kepada siapa pun rekan satu tim yang telah membantu ia mencetak skor tersebut.
Beberapa pemain langsung protes, karena menganggap aturan itu mengada-ada dan menghabskan waktu. Tapi Wooden bilang, sebuah anggukan, acungan jempol, atau kedipan mata, yang notabene hanya memakan waktu satu detik, sudah cukup, kok.
Wooden yakin, dengan saling menunjukkan apresiasi, setiap orang di dalam tim akan merasa kontribusinya dihargai. Meskipun diungkapkan hanya dalam waktu sedetik, tetapi dampaknya sangat positif bagi semangat tim.
Berangkat dari kisah dalam Bits & Pieces itu, banyak bukti menunjukkan, komunikasi itu jauh melampaui kata-kata. Celakalah kita, bila berhenti hanya pada kata-kata. Contohnya, terjadi pada suatu hari. Dua mobil bertabrakan di tengah kemacetan lalu-lintas Jakarta. Pengendara mobil yang ditabrak, langsung keluar dari mobil dan menghampiri mobil yang menabraknya. Si pengemudi, namanya Abdi, melongok ke dalam mobil dan melihat ada wajah tetangganya duduk di dalam. “Ah, Bu Annisah, ternyata. Untuk ada Ibu, kalau tidak, habis ini sopir goblok saya lumat,” kata Abdi.
Annisah sedang menebeng kendaraan kawannya, Janiar, yang waktu itu juga berada di mobil bersamanya. Tetapi Janiar tidak berkomentar sedikit pun, sementara Annisah sibuk meminta maaf kepada Abdi atas apa yang terjadi. Belakangan, Abdi pun mendatangi rumah Janiar untuk menyelesaikan masalah tabrakan tersebut.
Saat Abdi melaporkan kunjungannya kepada Annisah, tuturnya, “Saya sungguh tidak mengerti. Sampai saya pulang, tak keluar satu kata maaf pun dari dia,” katanya kesal.
Ungkapan terima kasih maupun permohonan maaf, sama-sama membutuhkan satu sikap dasar, rendah hati. Terima kasih atau permohonan maaf bisa saja tidak terucapkan, tetapi terungkap dalam sikap dan bahasa tubuh. Karena kerendahhatian terbaca dalam sikap, terasa lewat ketulusan. Tetapi kata-kata biasanya tak akan cukup lebar untuk bisa membungkus rapi sifat angkuh dan cuek. (LW – Intisari Juni 2012)
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR