Intisari-Online.com – Seorang remaja yang sakit parah menikahi kekasih masa kecilnya hanya beberapa hari sebelum ia meninggal dalam sebuah upacara yang mengharukan dan berurai air mata.
Omar Al Shaikh, 16, meminta cinta sejatinya Amie Cresswell, juga 16, yang erat dalam pelukannya, saat ia membuat keinginannya itu menjadi sekarat.
Remaja berani dari Birmingham itu akhirnya kalah dengan penyakit leukemianya di Queen Elizabeth Hospital, 3 hari setelah ia menjadi seorang pria yang sudah menikah.
Dengan izin dari orangtua mereka, pasangan ini menikah dalam sebuah upacara yang emosional, dikelilingi oleh keluarga dekat dan teman-teman. Memakaikan cincin yang terbuat dari bunga di jari Amie, Omar mengatakan ia ingin seluruh dunia melihatnya ia menikahi gadisnya.
“Sangat menyedihkan, tapi benar-benar indah,” kata teman keluarganya, kepada Birmingham Mail. “Omar tidak bisa berhenti tersenyum, betul-betul indah.”
Omar didiagnosa dengan leukemia myeloid akut setelah pingsan selama pertandingan sepak bola. Pada bulan Maret, Omar diberitahu bahwa ia hanya punya waktu tiga bulan untuk menemukan donor sel induk yang cocok. Pada saat sel-sel induk dapat ditemukan, berkat transfer tali pusat, ia terlalu sakit untuk diadakan transplantasi.
Setelah kemoterapi terakhir, dokter menyampaikan kabar bahwa pengobatannya tidak berhasil, dan kanker itu telah menyebar hingga ke sumsum tulangnya. Omar diberitahu bahwa ia hanya memiliki waktu beberapa hari saja untuk hidup. Para dokter harus menahan air matanya ketika mereka menyampaikan berita tersebut kepada Omar.
Omar pun meminta kepada ibunya, Mirabela, untuk menikahi Amie. Ia minta seseorang untuk mencari bunga. “Ia bilang ia memperlukannya untuk membuat sebuah cincin. Ia ingin seluruh dunia melihatnya menikahi gadisnya.”
Amie mengenakan gaun prom merah muda yang indah, kemudian pasangan ini menikah dalam sebuah upacara muslim di Rumah Sakit Queen Elizabeth. Setelah upacara, doa, kemudia mereka menandatangi surat akta. Kata Omar, ia akan selalu menjadi istri saya.
Sayangnya, hanya tiga hari kemudian, yaitu tanggal 19 Juni, Omar meninggal.
Ketika Omar pertama kali didiagnosis, ibunya, Mirabela, 39, mengatakan, “Ini adalah kejutan besar. Saya tidak mau percaya, saya sangat marah besar, saat itu saya hanya berharap saya diberitahu bahwa ia hanya terkena infeksi.
Saya terus menangis. Tapi Omar mengatakan, ‘Hentikan, aku tidak ingin Ibu menangis lagi.’ Saya satu-satunya orangtuanya dan saya harus kuat menerima cobaan ini.”
“Omar selalu tersenyum. Semua orang akan mengatakan betapa baiknya ia. Ia selalu memiliki hal positif untuk dikatakan. Ia tidak pernah mengeluh. Ia ingin mencoba terus membantu meningkatkan kesadaran untuk mendaftar di sebuah yayasan para penyandang leukemia, bahkan jika itu tidak bisa membantunya lagi.”
“Omar meninggalkan warisan yang benar-benar dapat menyelamatkan jiwa yang akan terus memiliki dampak positif pada kehidupan orang lain selama beberapa waktu yang akan datang.”