Intisari-Online.com - Pernah lihat film aksi yang penjahatnya menyelundupkan senjata dengan cara memasukkannya ke dalam makanan yang disediakan katering penerbangan? Penyelundupan senjata untuk membajak pesawat itu bisa saja terjadi di dunia nyata, lo.
Maka itu, urusan keamanan menjadi hal yang krusial di kawasan bandara, sampai ke dapurnya. Di Indonesia, “dapur” penyedia makanan untuk penumpang pesawat adalah PT Aerofood Aerowisata Catering Services (ACS). “Katering penerbangan bukan hanya masalah makanan saja, tapi lebih kepada safety-nya,” ujar Afdal Amir, Senior Manager Corporate Secretary PT Aerofood ACS.
Tak heran jika dari proses pengiriman barang baku sampai akhirnya mengirimkan makanan ke pesawat, semua dikawal ketat petugas keamanan. Puluhan kamera pengintai jeli memelototi semua aktivitas di seluruh sudut dapur 24 jam penuh.
Badan usaha pelat merah di bawah naungan sayap Garuda Indonesia ini setiap harinya menyediakan makanan dan minuman untuk penumpang pesawat. Bukan hanya Garuda Indonesia, tapi lebih dari 20 maskapai domestik dan internasional.
Yang unik dari Aerofood bukan masakannya, tapi proses penyediaan makanannya. Bayangkan, perusahaan ini menyediakan kurang lebih 35 ribu porsi makanan setiap hari. Maka tak heran kalau dapur Aerofood tidak pernah berhenti ngebul, 24 jam sehari.
Seperti dijelaskan Amir, pesawat pertama berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta (Soeta) pada pukul 06.00. Para juru masak Aerofood sudah mempersiapkan sejak jam 04.00. “Shift pertama jam tiga pagi,” terang Amir.
Penerbangan terakhir di Bandara Soeta adalah pukul 02.30. Tim Aerofood harus menurunkan peralatan makan dan mencucinya, untuk dipakai kembali pada penerbangan selanjutnya, yaitu pukul 06.00.
Dua ton es
Mulai dari bahan baku sampai makanan jadi, makanan ini melalui banyak proses. Kalau di restoran dikenal istilah cook and serve (masak dan sajikan), di dunia katering penerbangan tidak cukup hanya dua itu. “Masih ada beberapa proses. Setelah cook, ada chill (bekukan), kemudian maintain (dijaga), baru kemudian serve,” papar Amir.
Proses pembekuan terkait dengan keamanan makanan. Menurut Amir, salah satu syarat makanan aman dan tidak rusak ketika disimpan sampai akhirnya disajikan apabila dibekukan di suhu 0-5°C, maksimal 8°C.
Masalah pesawat yang ditunda juga bukan masalah bagi penumpang saja. Aerofood juga harus siap jika pesawat ditunda keberangkatannya. Amir menceritakan, aturannya truk pengangkut makanan harus sudah siap di landasan untuk menaikkan makanan ke pesawat 5 menit sebelum pesawat mengudara. “Bisa bayangkan kalau pesawat delay, sedangkan suhu di lapangan panas sekali,” ujar Amir.
Bagaimanapun juga, makanan harus tetap dijaga pada suhu 0-5°C. Sampai akhirnya dipanaskan oleh pramugari. Untuk urusan itu, Aerofood menghabiskan satu ton dry ice, hanya untuk mendinginkan makanan. Jumlah dry ice ini bertambah dua kali lipat pada musim haji.
Begitu makanan dan minuman itu sudah sampai ke pesawat, tanggung jawab berikutnya dipegang oleh maskapai. Para pramugari tinggal memanasi masakan itu kemudian dihidangkan untuk penumpang.
Makanan spesial
Amir mengakui, makanan pesawat sebenarnya hanya untuk menahan lapar saja. Kalau bicara soal rasa, pasti makanan di restoran darat lebih enak. “Tapi bukan berarti masakannya tidak enak, tapi karena penumpang yang kehilangan rasa,” terang Amir.
Di ketinggian tertentu, ada mekanisme dalam tubuh manusia yang membuat kemampuan merasakan makanan dan minuman berkurang. “Maka itu, bersama dengan makanan di pesawat selalu disediakan garam dan merica, supaya makanan ada rasanya,” papar Amir.
Masalah makanan juga selalu berhubungan dengan masalah “keluaran” di toilet. Bisa dibayangkan kalau seluruh penumpang pesawat sakit perut sedangkan toiletnya hanya dua? Maka itu, ada aturan-aturan yang diterapkan untuk menjaga kemungkinan itu tidak terjadi. Amir menjelaskan, makanan di pesawat digeneralkan; tidak pedas, tidak asin, dan tidak asam.
Bagi penumpang yang mempunyai kondisi khusus atau penyakit tertentu, misalnya diabetes, sebenarnya dapat memesan makanan spesial yang diinginkan. Makanan spesial yang bisa dipesan seperti makanan bagi pemeluk agama Hindu (tanpa sapi), makanan untuk penyakit tertentu (gula, dsb), juga makanan bayi. “Moslem meals juga bisa dipesan, walaupun semua makanan yang disediakan Aerofood halal,” kata Amir.
Kewajiban moral
Aerofood mempunyai 400 chef yang bekerja di Jakarta. Namun Aerofood juga ada di enam bandar udara lain, yaitu Denpasar, Surabaya, Medan, Balikpapan, Yogyakarta, dan Bandung. Selain itu, Aerofood juga membina 30 katering kecil di daerah non-ACS untuk menyediakan makanan penerebangan.
Dijelaskan Amir, pembinaan katering daerah ini dilakukan Aerofood untuk menyiapkan globalisasi terutama OpenSky 2015. Negara-negara ASEAN bisa membuka usaha di semua negara anggota.
“Kita punya kewajiban mengembangkan Indonesia, bukan hanya profit saja,” tutur Amir. Dia melanjutkan, Aerofood siap menyongsong OpenSky tersebut, tapi belum tentu katering daerah.
“Jangan sampai ada in-flight catering buka di Ambon tapi milik negara lain. Kita cuma dapet sisanya,” kata Amir.
Juru masak sedang mempersiapkan makanan untuk penumpang pesawat (Kurniawan Adi Nugroho/Intisari)
Afdal Amir, Senior Manager Corporate Secretary PT Aerofood ACS (Kurniawan Adi Nugroho/Intisari)